REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustadz M Syarofuddin Firdaus
Khutbah I
(x 9) اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ. اَللهُ أَكْبَرْ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِعَفْوِهِ تُغْفَرُ الذُّنُوْبُ وَالسَّيِّئَاتُ، وَبِكَرَمِهِ تُقْبَلُ الْعَطَايَا وَالْعِبَادَاتُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ، الْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ، الْمُرْسَلِ إِلَى كَافَّةِ الْمَخْلُوْقِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَذُرِّيَتِهِ الْأَطْهَارِ، وَصَحَابَتِهِ الْأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِالْاِبْتِعَادِ مِنَ الْأَشْرَارِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، فَمَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى وَاتَّقَى فَقَدْ أَفْلَحَ وَفَازَ، إِنَّ اللهَ لَايُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
Para hadirin yang dimuliakan Allah
Segala pujian yang kita terima selama ini pada hakikatnya adalah milik Allah. Maka sudah sepatutnya kita kembalikan seluruh pujian kepada pemilik aslinya, yakni Dzat Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam selalu kita doakan bagi baginda Nabi Muhammad saw, keluarga serta para sahabatnya, yang telah memberikan kontribusi tidak ternilai bagi agama. Semoga pujian dan doa ini menjadikan ketakwaan kita senantiasa dijaga dan ditingkatkan, sehingga kelak kita layak berjumpa dengan mereka. Amin.
BACA JUGA: Niat Sholat Idul Fitri Lengkap Tata Cara, Hukumnya, dan Lafal Takbiran
Jamaah shalat Idul Fitri hafidzakumullah
Islam lebih menyukai persatuan daripada perpecahan. Islam lebih mencintai perdamaian ketimbang pertengkaran. Islam mengakui perbedaan adalah keniscayaan yang tidak akan pernah bisa dihindarkan.
Hal ini sebagaimana dipertegas dalam surat Hud ayat 118:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ Artinya,
“Dan seandainya Tuhanmu mengkehendaki niscaya akan menjadikan manusia sebagai satu umat. Dan (ternyata) mereka selalu berada dalam perbedaan.” (QS Hud: 118).
Berdasarkan ayat ini menjadi jelas bahwa perbedaan yang terjadi di tengah-tengah kita pada hakikatnya berdasarkan kehendak Allah. Karena itu sudah seyogianya kita menjadi sadar atas realita ini, sehingga bisa memaklumi atas perbedaan-perbedaan yang terjadi.
Perbedaan di sini mencakup banyak aspek. Seperti lintas keyakinan dan berbagai perbedaan pendapat dalam internal agama kita sendiri. Berdasarkan kesadaran seperti ini, orientasi kita tidak lagi sibuk mencari perbedaan dan kesalahan orang lain, melainkan kita fokus mencari titik temu demi menciptakan keakraban dan kerukunan di tengah-tengah perbedaan.
Selanjutnya...