Pengalaman Puasa di Malaysia

Red: Hafidz Muftisany

Selasa 24 Jul 2012 16:29 WIB

Mupit Datusahlan Foto: dok pri Mupit Datusahlan

REPUBLIKA.CO.ID, BERBEDA, satu kata yang sangat tepat untuk mengekspresikan sekaligus mengungkapkan pengalaman Ramadhan yang harus saya rasakan untuk pertama kalinya di negeri jiran Malaysia tahun 2012 ini.

Tanggungjawab sebagai mahasiswa pada program magister (S2) di Universitas Malaysia Pahang (UMP) membuat saya harus melewati hari-hari puasa jauh dari sanak keluarga. Mimpi menjadi orang yang berguna bagi bangsa mengalahkan egoisme pribadi untuk bisa selalu dekat dengan keluarga di setiap Ramadhan.

Pengalaman berpuasa seorang sendiri bukanlah pertama kali kurasakan. Sejak 2006, hal ini sudah biasa ku lewati. Tapi kali ini benar-benar beda. Budaya Malaysia berbeda dengan Indonesia. Boleh kita satu rumpun melayu, bahkan agama kita pun sama, yakni Islam.

Faktanya budaya dalam melaksanakan puasa memang kurasa sangat jauh berbeda.

Tak perlu membandingkan Malaysia dengan Indoensia, masing-masing daerah di Indonesia saja memiliki keanekaragaman budaya yang berbeda dalam menyambut kehariran bulan penuh berkah ini.

Hingar bingar nuansa Ramadhan yang biasa kita dengar melalui media massa baik televisi, radio, maupun surat kabar, kini kurang kurasakan. Bahkan aku pun harus merasakan tinggal di lingkungan yang kurang dalam hal menunjukkan aura Ramadhan, berbeda seperti kurasakan di Samarinda yang setiap menitnya penuh dengan puji-pujian terhadap kehadiran bulan Ramadhan.

Ya, puasa kali ini adalah pengalaman pertama di Negara berjuluk Harimau Malaya ini. Harus merasakan jauh dari berbagai kebiasaan keluarga. Bahkan jauh dari sahabat karib yang jerap usil saat membangunkan sahur.

Berbagai aktivitas dan rutinitas pendidikan di kampus tetap menjadi hal yang wajib dilakukan dan tak boleh ditinggalkan, meskipun saat ini adalah waktunya libur  bagi mahasiswa di Malaysia. Berkejar-kejaran dengan batas waktu maksimal pendidikan selama 6 semester atau 3 tahun, membuat hari-hari di bulan puasa ini sedikit memiliki nuansa berbeda.

Belum lagi kondisi Pahang yang bukan merupakan kota besar di Malaysia. Jauh dari hingar bingar Kuala Lumpur. Menyebabkan minimnya variasi menu berbuka maupun sahur yang diperdagangkan para penjual makanan.

Jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia. Ramadhan benar-benar menjadi bulan penuh berkah bagi pedagang makanan dan minuman. berbagai menu tradisional hingga moederen tersedia dengan berbagai variasi. Bahkan sudah menjadi rahasia umum bagi para pemburu kuliner Ramadhan, keberadaan pasar Ramadhan pada jam-jam tertentu ternyata memberikan harga yang sangat murah.

(Oleh: Mupit Datusahlan, Student Master Biotechnologi (S2), Universiti Malaysia Pahang)

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia