Tradisi 'Mayha' Semarakkan Ramadhan di Turki

Rep: Agung Sasongko/ Red: Hafidz Muftisany

Senin 23 Jul 2012 16:51 WIB

Mayha dengan pesan 'Ramadhan Berbagi' di Turki Foto: eurasianet.org Mayha dengan pesan 'Ramadhan Berbagi' di Turki

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL--Ahli listrik, Kahraman Yildiz tengah kesulitan mengeluarkan secarik kertas. Di kertas itu, terdapat rancangan konsep hiasan lampu sebuah masjid . Tradisi hiasan lampu masjid atau dalam bahasa Turki disebut Mayha ini sudah ada sejak era Kesultanan Ustmani.

Menurut catatan sejarah, tradisi Mayha dimulai sejak pemerintahan Sultan Ahmad I (1603-1617). Sang raja membuat Mayha sebagai kejutan bagi muazin atau orang yang memanggil orang di waktu salat. Setelahnya, Ahmad I memerintahkan untuk memasang Mahya di mesjid-mesjid di seluruh kekuasaannya.

Di masa itu, lampu minyak mendominasi tradisi Mayha. Setiap lampu memiliki bentuk yang unik seperti misal mawar, pesawat atau tulip. Setiap lampu yang tersusun itu berisikan pesan. Misalnya saja, "Jaga Anak Yatim" atau "Moralitas Dasar Agama".

Setelah kesultanan Ustmani jatuh, dan Turki berubah menjadi negara modern pada 1923, Mayha digunakan sebagai media nasionalisme pemerintah seperti ajakan membeli produk Turki atau program menabung. Sebut saja

"Judi Hancurkan Moral Seseorang" atau "Konsumsi Produk Domestik". Demikian pula Lampu minyak yang tergantikan oleh lampu listrik dengan bentuk yang tak kalah unik.

Yildiz, seniman yang menggeluti Mahya selama 40 tahun memiliki kepuasaan batin mengerjakan tugasnya. "Rasanya sangat senang melihat mahya tergantung di kota dan melihat orang-orang mendongak untuk menatapnya dan membaca pesan di dalamnya," katanya seperti eurasianet.org, Senin (23/7).

Menurut Yidls, dalam membuat lampu-lampu itu, terkadang pekerja harus mempertaruhkan nyawa. Semisal saja, mereka harus menempatkan hiasan lampu pada menara masjid setinggi 76 meter. Ketika ada susunan atau posisi lampu yang salah maka pekerja harus kembali menaiki menara itu.