REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua umat Islam yang sudah baligh (dewasa) dan berakal sehat wajib menjalankan ibadah puasa Ramadhan sesuai ketentuan syariat, kecuali mereka yang punya 'udzur (halangan syar'i), maka boleh tidak berpuasa dengan ketentuan khusus.
Hal ini didasarkan pada makna firman Allah Swt.: "Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang se belum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya ber puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain ..." (al-Baqarah: 183-184).
Bagaimana halnya jika ada orang Islam yang karena suatu hal meninggalkan puasa Ramadhan sedemikian banyak, sehingga terjadi penumpukan utang puasa?
Pada dasarnya, utang puasa Ramadhan itu wajib diqadha dan sebenarnya rentang waktu yang tersedia untuk mengqadha itu cukup lama, yaitu sesudah Idul Fitri sampai sebelum datangnya bulan Ramadan berikutnya. Jadi, ada waktu sekitar 11 bulan, selain tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, yang seluruh umat Islam memang diharamkan berpuasa di hari tersebut.
Tetapi jika yang bersangkutan teledor sehingga terjadi penumpukan utang puasa, maka fuqaha berpendapat sebagai berikut, dikutip dari Fiqih Kontemporer Buku 3 oleh KH Ahmad Zahro.