Meriam tersebut kemudian dibersihkan, dicat, dan diperbaiki sebelum dibawa ke Benteng Raisen di atas bukit. Meriam ditempatkan di sana selama Ramadhan.
“Orang-orang memiliki jam tangan dan jam, tetapi mereka bisa sibuk melakukan sholat atau melakukan pekerjaan rumah tangga. Meriam itu sangat membantu untuk mengingatkan mereka semua," kata Qazi Zeeshan, ketua imam dan anggota Komite Muslim setempat.
Meriam menggantikan model yang lebih besar pada 1956 untuk mencegah kerusakan pada benteng bersejarah kota itu. Setiap tembakan membutuhkan sekitar 250 gram bubuk mesiu, dengan dana untuk mesiu yang dikumpulkan oleh panitia masjid.
Pembuat petasan menghasilkan bola meriam menggunakan bubuk mesiu dan bahan lainnya. Kemudian ditunjuk Sakhawat Ullah sebagai penembak. Sehari-hari dia merupakan pedagang teh yang dipercayakan dengan tugas menembakkan meriam. Keluarganya telah memegang tanggung jawab selama tiga generasi.
Pak Ullah menggunakan kayu untuk memasukkan bola meriam ke dalam tabung dari ujung meriam yang terbuka. "Saya telah menembakkan meriam selama 25 tahun terakhir," kata Ullah (45 tahun) kepada The National, Selasa (4/4/2023).