Dia mendapat sinyal dari masjid dan menembakkan meriam. Bunyinya terdengar oleh masyarakat di 24 sampai 25 desa. Ada kalanya barang dirumah sampai jatuh karena suara yang keras.
“Rasanya luar biasa karena hanya kota kami yang mempertahankan tradisi ini. Orang-orang datang dari tempat yang jauh untuk menyaksikannya," ujar dia.
Pak Ullah berjalan menanjak sekitar 500 meter setiap pagi dan sore untuk menembakkan meriam. Tapi dia tidak keberatan.
“Saya merasa telah dipilih untuk melayani masyarakat di dalam dan sekitar kota. Rasanya istimewa karena sekarang sudah menjadi tradisi keluarga. Kakek saya yang memulai, lalu ayah saya, lalu paman saya dan sekarang saya bertanggung jawab atas tugas mulia itu. Saya melatih putra saya agar kami dapat melanjutkan tradisi," ujar dia.
Di akhir Ramadhan, meriam tersebut dengan aman diserahkan kepada pemerintah kabupaten untuk disimpan di kas negara.
#1
#2
#3
#4
#5
