REPUBLIKA.CO.ID, SHARJAH – Muslim Uni Emirat Arab (UAE) tengah menghadapi cuaca panas saat menjalani ibadah puasa. Tak heran, sebagian warga UAE memilih untuk berada di dalam ruangan.
Badan Pusat Nasional Meteorologi dan Seismologi UAE (NCMS) menyebutkan, suhu udara di Sharjah mencapai 49.3 derajat Celcius, dan Dubai 47.4 derajat Celcius.
"Akhir Juli dan awal Agustus akan menjadi suhu terpanas yakni 50 derajat Celcius. Suhu ini bukan tergolong ekstrem tetapi hal yang terjadi sepanjang tahun," papar Ahli Meteorologi, Sufian Farrah, seperti dikutip khalejtimes.com, Jumat (27/7).
Mohammed Yahya, warga Dubai, mengaku menghindari panas ketika harus berpuasa selama 14 jam. "Cuaca saat ini sangat panas. Tapi tidak akan memengaruhi puasa saya. Karena aktivitas banyak dilakukan di dalam ruang," ujarnya. Ia mengatakan suhu panas seperti ini pernah ia rasakan di Sudan.
Mohamed Ajwad, warga lainnya, mengatakan tidak punya pilihan selain tetap berpuasa meski harus menghadapi suhu udara yang tidak bersahabat. Sebagai teknisi pendingin udara, ia tidak menikmati dinginnya udara yang dihasilkan mesin yang ia perbaiki. Sebaliknya, ia merasakan teriknya matahari. "Ini tantangan," katanya.
Selama Ramadhan tahun ini, Ajwad dua kali jatuh sakit. Pertama, ia lupa mengenakan topi saat beraktivitas di luar. "Saya jatuh sakit malam itu, menderita demam selama tiga hari," tuturnya.
Dr Mohamad Asmi, ahli jantung di Rumah Sakit Swasta Al-Garhoud di Dubai, mengatakan jika banyak beraktivitas di luar dan dalam kondisi terik, disarankan untuk mengenakan penutup kepala. "Sebaiknya dengan kain yang dibasahi air dingin," kata dia.
Menurut Asmi, dehidrasi merupakan tantangan besar bagi Muslim yang berpuasa. Aktivitas yang banyak dilakukan di luar ruang dengan suhu terik akan meningkatkan risiko kelelahan. "Puasa bukanlah menghukum seseorang. Anda mungkin bisa mempertimbangkan diri untuk membatalkan puasa jika beraktivitas di luar dengan suhu terik. Khawatirnya, anda membahayakan diri sendiri," saran dia.