REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Idul Fitri 1432 H merupakan titik tolak instropeksi secara mendasar oleh segenap bangsa Indonesia, tak terkecuali umat Islam. Persoalan mendasar yang mendera bangsa ialah fenomena tuna aksara moral.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mengatakan, makna esensial Idul Fitri, ialah mendorong kesucian hati dan diri sekaligus memupuk semangat baru agar umat tampil sebagai prakarsa perubahan. Din mendorong dimensi kebaikan yang diperoleh sepanjang Ramadlan kiranya dapat diwujudkan sebagai modal dan prasyarat penanggulangan berbagai problem yang ada.
Ramadlan menanamkan nilai pensucian (tazkiyat) dan penguatan jiwa (taqwiyat an nafs) umat. Id juga merupakan momentum untuk mempererat tari silaurahim bangsa Indonesia laiknya satu keluarga yang utuh. Hidup berdampingan dengan cinta dan kasih sayang. “Silaturahim harus jadi budaya bangsa,” katanya