Ia mengatakan, tradisi dentuman suara meriam untuk mengingatkan umat Muslim dapat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Saat itu, masyarakat masih minim pendidikan agama Islam di era pemerintahan Kolonial Belanda.
Selain itu, tradisi dentuman suara meriam sebagai simbol mempersatukan umat Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah tersebut. Di Rangkasbitung saat itu, banyak perusahaan Belanda mengelola perusahaan pabrik minyak terbesar se-Asia, bahkan terdapat perumahan karyawan pabrik minyak di Kampung Pasir Kongsen.
Begitu juga gedung-gedung Belanda lainnya, seperti Gedung Pemkab Lebak, Gedung Polsek Rangkasbitung, Gedung Rumah Tahanan dan Gedung Kodim 0603 merupakan bangunan peninggalan Belanda. Pergerakan umat Muslim di Kabupaten Lebak melakukan perlawanan untuk berjuang terhadap kolonial Belanda hingga banyak masyarakat dan ulama gugur di medan perang.
Pemerintah Kabupaten Lebak hingga kini tetap melestarikan meriam Masjid Agung Al A'raf Rangkasbitung untuk penanda tibanya berbuka puasa, meski di tengah banyaknya media informasi. Pelestarian tradisi meriam bagian perjalanan sejarah dan budaya masyarakat Kabupaten Lebak.
Karena itu, pemerintah daerah memerintahkan pengelola Masjid Agung Al A'raf Rangkasbitung agar meriam itu diaktifkan setiap tahun pada Ramadhan. Bahkan, dentuman suara meriam yang berlangsung selama satu hingga dua detik itu menjadi obyek wisata.
Banyak warga Rangkasbitung di rantau kembali ke kampung karena rindu suara meriam tersebut. Pemerintah daerah agaknya memahami kondisi ini sehingga melestarikan ledakan meriam.