Seorang pembeli bernama Alaa Wael (27) membeli enam lentera Ramadhan, masing-masing dua untuk rumahnya, dan sisanya untuk kerabat. “Harganya hanya 10 shekel, tipenya tidak masalah bagiku. Yang penting adalah itu berfungsi dan menambah suasana Ramadhan,” ujar Wael.
Lentera memainkan peran khusus selama Ramadhan. Ketika umat Islam berpuasa sejak matahari belum terbit hingga terbenam, kehidupan di malam hari menjadi semakin penting. Secara tradisional, lentera menerangi jalan untuk acara keagamaan.
Seseorang dari Akademi Sains dan Warisan Al-Aqsa di Yerusalem, Najeh Bkerat menganggap lentera sebagai simbol budaya dan warisan Islam, terutama selama bulan puasa. “Orang-orang membawa mereka sebagai ekspresi cahaya, kebaikan, dan kegembiraan Ramadhan,” kata Bkerat.
“Daya beli warga Palestina di Yerusalem timur menurun sebesar 30 persen sejak 2000,” kata perwakilan dari Pusat Hak Sosial dan Ekonomi Yerusalem, Ziyad Hamouri. Dia menyebut tembok pembatas sebagai penghalang utama perdagangan di Palestina.
Ramadhan di Yerusalem tidak terbatas pada lentera. Jalanan labirin Kota Tua dihiasi dengan lampu dan dekorasi selama sebulan penuh. Empat kelompok, mewakili lingkungan yang berbeda termasuk wilayah Kristen, bersaing untuk menampilkan pemandangan indah, ketika puluhan ribu Muslim berduyun-duyun ke masjid Al-Aqsa untuk berdoa.
Ada kelompok yang menyediakan makanan untuk yang membutuhkan sepanjang bulan. Ada yang memasang lentera Ramadan dari besi dan nilon sepanjang 12 meter.
“Kami mulai bekerja sebulan sebelum Ramadhan,” kata perwakilan dari komite lingkungan Bab Hata, Ammar Sidr. Lingkunganya cukup berpengalaman dalam mendekorasi dan mengoordinasikan warna. Bahkan ada beberapa penambahkan sentuhan pribadi.