Sahur Dulu Baru Mandi Junub, Apakah Puasanya Sah?

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti

Jumat 15 Mar 2024 03:53 WIB

Mandi junub (ilustrasi). Mandi junub boleh dilakukan setelah sahur. Puasanya tetap dinyatakan sah. Foto: Foto : Mardiah Mandi junub (ilustrasi). Mandi junub boleh dilakukan setelah sahur. Puasanya tetap dinyatakan sah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkara mandi junub atau mandi wajib dan berpuasa masih sering menjadi pembicaraan. Sebagian Muslim masih bertanya-tanya, jika karena suatu kondisi, seseorang belum melakukan mandi wajib jelang waktu imsak, bolehkah dia bersantap sahur terlebih dahulu?

Lantas, setelah sahur dan akhirnya melakukan mandi wajib, apakah puasanya itu akan dianggap sah? Pendakwah KH Yahya Zainul Ma'arif yang dikenal dengan panggilan Buya Yahya memberikan penjelasan lewat ceramah yang disiarkan di kanal YouTube Al-Bahjah TV.

Baca Juga

"Kalau ternyata ada yang berhubungan suami istri di malam hari, belum sempat mandi besar dan sudah hampir masuk waktu Subuh, boleh makan (sahur), boleh berpuasa. Hanya mandinya saja setelah masuk waktu Subuh. Itu sah dan tidak akan mengurangi pahala sedikit pun," ujar Buya Yahya.

Pria 50 tahun kelahiran Blitar itu mengatakan, hal yang membatalkan puasa adalah bersenggama dengan sengaja pada siang hari. Itu membatalkan puasa dan termasuk dosa besar. Namun, berbeda apabila hubungan suami istri dilakukan pada malam hari.

Buya Yahya menyebutkan sebuah hadits yang menjadi dasar dari pemakluman itu. Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah SAW pernah berpagi hari dalam keadaan junub karena sebab hubungan suami istri sebelumnya, kemudian Nabi mandi dan tetap menyempurnakan puasanya.

Disampaikan Buya Yahya, hal serupa berlaku jika kasusnya adalah perempuan yang sudah selesai haid, tapi belum sempat melakukan mandi besar. Buya Yahya mengatakan tidak mengapa jika makan sahur dulu akibat waktu yang terbatas, baru mandi besar dan puasa tetap terhitung sah.

"Jadi, tidak apa-apa, tetap sempurnakan puasanya," ucap pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang menulis buku Oase Iman itu.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan seorang Muslim harus melaksanakan mandi wajib. Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama DKI Jakarta, penyebab pertama adalah karena masuknya alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Penyebab kedua adalah keluarnya air mani dari laki-laki karena mimpi basah.

Adapun penyebab ketiga adalah haid yang dialami perempuan, sementara penyebab keempat adalah setelah nifas bagi perempuan yang berlangsung 40 hari usai melahirkan. Kondisi lain mandi wajib dilakukan adalah ketika seseorang wafat dan harus dimandikan.

Bagaimana tata cara mandi wajib? Dikutip dari buku Tuntunan Lengkap Shalat Wajib, Sunnah, Doa, dan Zikir karya Zakaria R Rachman, rukun pertama dalam melaksanakan mandi wajib adalah berniat, baik dibaca dalam hati maupun diucapkan. Tujuannya, untuk membedakan mandi biasa dengan mandi wajib. 

Setelah membaca niat, berikutnya adalah membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali agar bersih dari najis. Selanjutnya, membersihkan bagian tubuh yang dianggap kotor, yakni area di sekitar kemaluan. Setelah membersihkan bagian tubuh yang kotor, cuci tangan kembali.

Langkah berikutnya adalah berwudhu, yang urutan dan tata caranya sama seperti wudhu saat akan melaksanakan sholat. Lantas, guyurkan air ke atas kepala. Caranya, basahi kepala dengan air sebanyak tiga kali guyuran hingga ke pangkal rambut. Setelah bagian kepala dan rambut sudah dibasahi, lanjutkan dengan menyiramkan air ke seluruh badan, dimulai dari anggota badan kanan sebanyak tiga kali, dilanjutkan dengan menyiramkan air ke anggota badan kiri sebanyak tiga kali.