Melanjutkan rutinitas ini meskipun sholat bukan merupakan tindakan agama wajib berarti melanjutkan tradisi keluarga selama empat dekade. Itu bukan hanya tindakan iman, tetapi pernyataan ikatan kekeluargaan yang kuat.
Berasal dari Madinah, ia mengaku selalu mengikuti ajaran Nabi dan berusaha meneruskannya ke generasi berikutnya. Dengan berdoa bersama, dia memastikan tradisi ini tetap terjaga.
Kisah lainnya datang dari Keluarga Atheer Al-Khudairi yang berdomisili di Riyadh yang tiba di masjid lingkungan setempat. Mereka sudah mengenakan pakaian Idul Fitri mereka. Mereka membagikan eidi atau uang, dan permen kepada anak-anak dan menyapa tetangga sebelum sholat dimulai.
“Anda dapat merasakan energi di udara selama sholat Idul Fitri. Semuanya bergembira dan merayakan. Selalu ada angin sejuk di pagi hari, semua orang senang. Inilah yang membuat kami merasa lebaran sudah dimulai. Sebelum dan sesudah sholat, kami mulai mengirimkan SMS dan menelepon keluarga dan teman-teman kami," ujar dia.
Setelah itu, lanjut Al-Khudairi, mereka kembali ke rumah untuk sarapan seadanya dengan kontribusi dari bibi dan paman. Dia ingat ibunya membawa tren hidangan terbaru ke meja, seperti piringan keju dan lingkaran kebahagiaan, hidangan yang dibuat dengan keju Halloumi, sayuran, telur, dan daging mugalgal yang ditata melingkar.
Perayaan Idul Fitri juga diceritakan oleh mantan penduduk Jeddah Shaima Shamsi. Perayaan biasanya dimulai segera setelah Idul Fitri diumumkan.
Hari libur itu bersifat tentatif, dengan masing-masing daerah memastikan hari perayaannya dengan penampakan bulan. Malam sebelumnya, ibunya akan menyiapkan susu, krim, bihun India, kurma, kacang-kacangan, dan rempah-rempah, untuk mulai menyiapkan khurma tipis yang pertanda bahwa Idul Fitri tinggal menunggu matahari terbit.