Ramadhan Momen Menjaga Kasih Sayang antarmanusia

Red: Erdy Nasrul

Rabu 12 Apr 2023 12:51 WIB

Siswa PAUD/TKIT Fi Ahsani Taqwim membagikan paket sayuran segar kepada pengendara motor saat Tahfidz On The Street Ramadhan di kawasan city walk KotaTemanggung, Jawa Tengah, Selasa (11/4/2023). Selain kegiatan Tahfidh On The Street atau menghafal Al Quran di jalan, para siswa juga membagikan paket sayuran segar untuk berbuka puasa kepada warga sekitar dan pengguna jalan.  Foto: Antara/Anis Efizudin Siswa PAUD/TKIT Fi Ahsani Taqwim membagikan paket sayuran segar kepada pengendara motor saat Tahfidz On The Street Ramadhan di kawasan city walk KotaTemanggung, Jawa Tengah, Selasa (11/4/2023). Selain kegiatan Tahfidh On The Street atau menghafal Al Quran di jalan, para siswa juga membagikan paket sayuran segar untuk berbuka puasa kepada warga sekitar dan pengguna jalan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan suci Ramadhan menyimpan beragam keutamaan dan keistimewaan yang bisa diraih oleh umat Muslim. Salah satu berkah yang ada di dalamnya adalah menjaga rasa kasih sayang dan esensi kemanusiaan antar manusia.

President of Nusantara Foundation, Prof Imam Shamsi Ali, menyebut melemahnya spiritualitas kehidupan manusia dan menguatnya tendensi material/fisikal kehidupan menjadikan manusia dalam esensi kemanusiaannya semakin mengecil. Salah satu indikasi itu adalah semakin minimnya “sense of compassion“ (rasa kasih sayang) di antara manusia.

Baca Juga

"Minimnya rasa kasih sayang itu menjadikan manusia kurang peduli lagi dengan sesama. Kepedulian dengan sesama ini biasa ditandai oleh dorongan atau motivasi untuk berbuat baik kepada sesama," ujar dia dalam pesan yang diterima Republika, Rabu (12/4/2023).

Dalam bahasa agama, kindness atau kebaikan diekspresikan dengan beberapa kata. Salah satunya adalah kata “al-birru” seperti pada surat Al-Baqarah ayat 177: “Bukanlah kebaikan itu sekedar menghadapkan wajah ke arah Timur atau Barat”. Tidak hanya itu, ada kata “al-Khaer” seperti dalam beberapa ayat Alquran lainnya.

Di antara beragam kata yang ada, salah satunya yang lebih dominan dan populer adalah kata “al-ihsan”. Kata yang disebutkan berkali-kali dalam Al-Quran, seperti “wa bil waalidaen ihsana” dan secara khusus disebutkan dalam hadits Jibril: “wa maa al-ihsaan…dst”.

Imam Shamsi Ali menyebut kata 'ihsan', umumnya diterjemahkan dengan “kebaikan” yang diambil dari kata “ahsan-yuhsinu-ihsaan”. Namun sesungguhnya kata ini memiliki makna yang jauh lebih dalam.

Ihsan juga mengandung makna “beauty” (husnun) atau keindahan dan kecantikan. Dengan demikian, al-ihsan itu tidak saja melakukan kebaikan, tetapi melakukan kebaikan dengan penuh keindahan, baik secara batin maupun lahir.

"Dari pemahaman yang lebih dalam dari kata ihsan itu, kita diingatkan akan dua dimensi ihsan. Yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal," lanjut dia.

Ia menyebut dimensi vertikal itu diekspresikan di hadits Jibril: “hendaklah engkau menyembah Allah seolah engkau melihatNya. Dan jika engkau tidak sampai ke tingkat penglihatan (batin) itu, yakinlah jika Allah melihatmu”.

Ihsan secara vertikal disebut hanya akan bisa terjadi ketika hati/batin seseorang mencapai sifat keindahan yang baik. Hati yang yang mencapai tingkat keindahan itulah yang disebut “qalbun saliim” (hati yang selamat, bersih dan sehat).

Di sisi lain, dimensi horizontal ihsan itu sesungguhnya adalah ekspresi langsung dari ihsan versi vertikal. Orang yang hatinya bersih akan subur dengan rasa “compassion” (kasih sayang) tadi, yang dengannya akan mudah tergerak untuk melakukan kebaikan terhadap sesama.

Salah satu wujud nyata dari qalbun saliim itu adalah hilangnya rasa “ghill” (sakit hati) kepada sesama, yang mana karenanya hatinya bersih terjadi koneksi rahmah (ruhamaa baenahum). Sebaliknya, jika hati kotor anak terjadi “ghillun” yang secara khusus dimintakan agar dijaga dariNya (wa laa taj’al fii quluubina ghillan).

"Bulan Ramadhan ini sesungguhnya bulan “riyadhoh batiniyah” (latihan qalbu) menuju kepada qalbun saliim tadi. Mengesampingkan makanan dan minuman sesungguhnya adalah bentuk komitmen untuk meminimalisir dominasi material dan fisikal, yang menjadi kendaraan tendensi egoistik yang tinggi," kata Imam Shamsi Ali.

Dengan puasa, ia menyebut hati semakin luas dan bersih dan menjadikan rasa kasih sayang semakin meninggi. Dengan kasih sayang itu pula akan tumbuh dorongan untuk ihsan, baik pada tataran vertikal maupun juga pada tataran horizontalnya.

Berbuat baik atau ihsan dalam kacamata Islam hendaknya juga dipahami tanpa batasan-batasan kemanusiaan, karena berbuat baik dalam Islam itu landasannya adalah “rahmatan lil-alamin”. Berbuat baik untuk semua alam semesta, termasuk kepada kolega-kolega non-Muslim bahkan non-human sekalipun.

Hal-hal di atas disebut merupakan salah satu makna firman Allah: “dan berbuat baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. Allah SWT berbuat baik kepada hamba-hambaNya tanpa batas.

"Makan, minum, nafas dan semua fasilitas dunia diberikan baik kepada yang beriman maupun yang kafir. Itulah juga kebaikan yang Allah perintahkan kepada kita," ucap dia.