Dalam salah satu riwayat hadits disebutkan sebagai berikut:
خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ “Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.” Terhadap hadits riwayat diatas Imam Nawawi menjelaskan:
وَأَجَابَ أَصْحَابُنَا عَنْ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ سِوَى الْأَخِيرِ بِأَنَّ الْمُرَادَ أَنَّ كَمَالَ الصَّوْمِ وَفَضِيلَتَهُ الْمَطْلُوبَةَ إنَّمَا يَكُونُ بصيانته عن اللغو والكلام الردئ لَا أَنَّ الصَّوْمَ يَبْطُلُ بِهِ. وَأَمَّا الْحَدِيثُ الْأَخِيرُ (خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ) فَحَدِيثٌ بَاطِلٌ لَا يُحْتَجُّ بِهِ. وَأَجَابَ عَنْهُ الْمَاوَرْدِيُّ وَالْمُتَوَلِّي وَغَيْرُهُمَا بِأَنَّ الْمُرَادَ بُطْلَانُ الثَّوَابِ لَا نَفْسَ الصَّوْمِ.
“Sahabat kami (ulama kalangan Syafi’iyyah) menjawab hadits-hadits tersebut, selain hadits kelima, bahwa yang dimaksud sesungguhnya kesempurnaan puasa dan keutamaan yang dituntut dapat diperoleh dengan menjaga puasa dari perbuatan sia-sia, dan perkataan yang buruk, bukan bahwa puasa batal dengannya.
Adapun hadits terakhir, (Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa) haditsnya batil tidak dapat dijadikan hujjah. Imam Mawardi, Al-Mutawalli, dan yang lainnya telah menjawab bahwa yang dimaksud batal adalah batal pahalanya, buka puasanya.” (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Majmu’ Syarhul Muhadzzab, juz VI, halaman 356).
Dalam keterangan kitab lain disebutkan,
معنى المفطر، كقوله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «من قال لأخيه والإمام يخطب: أنصت.. فلا جمعة له» . ولم يرد: أن صلاته تبطل، وإنما أراد: أن ثوابه يسقط، حتى يصير في معنى من لم يصل
Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah
“Adapun hadits tersebut, maka yang dimaksud adalah menggugurkan pahala puasa, sehingga menjadi makna perkara yang membatalkan puasa, sebagaimana contoh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “ Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya sedangkan imam berkhutbah, “ Diamlah “, maka tidak ada Jumat baginya “, hadits ini tidak bermaksud sholatnya batal, akan tetapi yang dimaksud adalah bahwasanya pahala jum’atnya gugur sehingga menjadi makna orang yang tidak sholat.“ (Al-Bayan fi Madzhabi Syafi'i, juz 3, halaman 536).
Untuk menjaga kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan, pria yang juga menjadi pengurus Lembaga Dakwah PBNU ini menyebut, hendaknya selama berpuasa hindari bacaan, unggahan berita, gambar, video dan lainnya yang mengarah pada ghibah, fitnah, adu domba dan perbuatan apapun yang diharamkan.