Jumat 17 Mar 2023 19:20 WIB

Minyak Jelantah Berpotensi Haram, Apa yang Harus Dicermati Kalau Mau Beli Gorengan?

Minyak jelantah berpotensi haram karena beberapa alasan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Pedagang menggoreng tahu untuk dijual di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (8/4/2022). Minyak jelantah yang digunakan pedagang gorengan maupun nasi goreng berpotensi haram karena beberapa sebab.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pedagang menggoreng tahu untuk dijual di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (8/4/2022). Minyak jelantah yang digunakan pedagang gorengan maupun nasi goreng berpotensi haram karena beberapa sebab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan jelantah alias minyak bekas pakai. Meski banyak digunakan, minyak jelantah punya potensi berstatus haram karena beberapa alasan.

Menurut guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Sedarnawati Yasni, yang juga auditor senior LPPOM MUI, minyak jelantah bisa jadi telah dipakai memasak makanan tidak halal. Di samping itu, proses pemurniannya juga dapat membuat minyak menjadi haram. Konsumsi minyak jelantah juga berisiko menimbulkan masalah kesehatan yang serius, seperti kanker.

Baca Juga

"Minyak jelantah yang sudah dimurnikan relatif lebih baik mutunya, tetapi perlu diperhatikan aspek kehalalannya," kata Sedarnawati, dikutip dari laman Halal MUI, Jumat (17/3/2023).

Sekarang, memang sudah banyak minyak goreng yang bersertifikat halal. Meski demikian, jika minyak tersebut digunakan untuk mengolah makanan yang tidak halal, maka minyak jelantahnya menjadi haram.

Risiko mengonsumsi minyak jelantah yang tidak halal menjadi lebih tinggi ketika masyarakat membeli makanan dari luar. Masyarakat tidak mengetahui secara pasti asal minyak jelantah yang digunakan.

Sebagai contoh, membeli dari para penjual gorengan dan penjaja makanan yang belum bersertifikat halal. Para pedagan ini umumnya menggunakan minyak jelantah yang dibeli dari restoran secara langsung.

Sedikit sekali yang melakukan pemurnian kembali sebelum digunakan. Prof Sedarnawati mengamati pada beberapa penjual nasi goreng berkeliling.

Mereka juga bisa menggunakan minyak jelantah beraroma ayam goreng. Penjual diduga mendapatkannya dari restoran ayam goreng.

Untuk memastikan kehalalan minyak jelantah, masyarakat perlu mengetahui ayam yang digoreng tersebut telah melalui proses penyembelihan halal atau minyak goreng yang digunakan sudah bersertifikat halal. Selain itu, proses pemurnian minyak jelantah juga perlu diperhatikan caranya dan jenis bahan adsorben yang digunakan.

Dengan memperhatikan aspek kesehatan dan kehalalan minyak jelantah, Prof Sedarnawati mengingatkan agar masyarakat lebih bijak dalam memilih dan menggunakan minyak goreng. Ada beberapa hal yang dapat diperhatikan.

Pertama, pastikan bahwa minyak goreng yang dibeli telah bersertifikat halal. Kedua, jangan gunakan minyak goreng tersebut untuk menggoreng secara berulang-ulang.

"Maksimal penggunaan cukup dua sampai tiga kali penggorengan sambil dicermati perubahan warnanya," kata Prof Sedarnawati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement