8. Adalah sah menurut syariat bagi istri untuk melayani suaminya, seperti membersihkan dan menyisir rambutnya, mencuci pakaiannya, dan lain-lain.
9. Tidak dibolehkan bagi seseorang yang beritikaf keluar masjid, kecuali untuk tujuan jelas memenuhi kebutuhan alamiah yang tidak dapat dihindari, seperti buang air kecil, buang air besar dan mengambil makanan dan air untuk dirinya sendiri jika tidak ada orang lain yang membawanya. Hal yang sama berlaku untuk kebutuhan tambahan apa pun yang tidak dapat dia penuhi di masjid. Ia berhak keluar tanpa khawatir akan keabsahan itikafnya.
10. Barangsiapa bersumpah tidak masuk ke dalam rumah dan kemudian membiarkan kepalanya masuk (ke dalam rumah), sedangkan anggota tubuhnya yang lain berada di luar, tidak dianggap melanggar sumpahnya.
11. Jika seseorang yang beritikaf keluar masjid karena suatu keperluan, maka tidak wajib baginya tergesa-gesa. Dia harus berjalan dengan normalnya, asalkan dia kembali ke masjid segera setelah dia mencapai tujuannya.
12. Menurut ulama, orang yang beritikaf tidak boleh meninggalkan masjid untuk menjenguk pasien atau menghadiri prosesi pemakaman. Tapi, dia berhak menanyakan kesehatan pasien tanpa menemuinya.
13. Jika seseorang yang beritikaf keluar karena suatu keperluan, seperti kematian ayah atau anaknya, dan dia sebelumnya tidak menetapkan harus meninggalkan masjid karena alasan kritis yang sama, dia harus memulai kembali itikafnya.
14. Dapat disimpulkan dari hadits di atas bahwa seorang istri harus tinggal di rumah suaminya, bahkan jika dia tidak akan pergi kepadanya untuk tujuan apa pun atau jika halangan yang ditentukan syariat menghalangi dia untuk pulang, seperti bepergian. Dalam semua kasus, dilarang bagi istri keluar dari rumah tanpa izin suami.
15. Jika seseorang keluar dari tempat khalwat tanpa keperluan, maka itikafnya menjadi batal.
16. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang syarat-syarat itikaf, yaitu puasa dan khalwat hanya di masjid tempat sholat Jumat dilaksanakan berjamaah. Pendapat yang tepat adalah puasa bukanlah prasyarat, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam melakukan itikaaf di bulan Syawal. Selain itu, diperbolehkan melakukan itikaf di masjid manapun. Dalam hal ini, seseorang harus keluar untuk menghadiri sholat Jumat dan itikafnya tetap sah. Tetapi, lebih baik bagi seseorang untuk mengasingkan diri di masjid tempat sholat Jumat diadakan.