REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Rukun puasa ada dua; yaitu niat dan imsak (menahan). Niat berdasarkan firman Allah di dalam Al Quran. "Dan tiadalah mereka disuruh, melainkan supaya menyembah Allah, serta mengikhlaskan agama kepada-Nya." (QS. Surat Al Bayyinah: 5).
Kemudian Sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya segala amal-ibadah itu, menurut niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkannya." (HR. Bukhari dan Muslim dari Umar).
Berdasarkan ayat dan hadits tersebut, maka puasa tidak sah kecuali dengan niat. Niat dilakukan sebelum terbit fajar pada tiap malam dalam bulan Ramadhan. Sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabussunan yang dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa tidak mengukuhkan puasa (dengan niat) sebelum fajar terbit, maka tiada puasa baginya."
Niat ini dapat dilakukan setiap saat, mulai dari permulaan malam, hingga terbit fajar. Niat juga tidak disyaratkan melafazkannya (mengucapkannya dengan lisan). Karena niat adalah pekerjaan hati, maka niat cukup dengan ber-azzam (bertekad untuk berpuasa esok harinya).
Para Ulama sepakat bahwa niat adalah pekerjaan hati, bukan lisan. Jadi jika seorang sudah bermaksud utk melakukan sesuatu, maka niat sudah cukup baginya. Niat pada hakikatnya adalah: sengaja melakukan sesuatu, untuk melaksanakan perintah Allah dan mengharapkan ridho-Nya.
Siapa yang melakukan sahur pada malam hari untuk melakanakan ibadah puasa, maka sesungguhnya ia telah berniat. Demikian juga orang yang menahan diri dari makan dan minum di siang-hari karena Allah semata, maka dia termasuk orang yang berniat, walaupun ia tidak bersahur.
Jika puasa sunat saja, maka niatnya boleh sesudah terbit fajar hingga siang-hari, sebelum tergelincir matahari, asalkan ia belum pernah makan atau minum pada hari itu.
Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud, dari Aisyah RA ia berkata, Pada suatu hari Rasulullah SAW masuk di tempatku seraya bertanya: Adakah makanan padamu? Kami menjawab: Tidak ada ya Rasulullah. Kemudian Beliau SAW bersabda "Kalau begitu saya berpuasa.
Menurut ulama Malikiyah, niat itu cukup sekali saja pada malam awal, bagi puasa yang berturut-turut, seperti: puasa Ramadhan, puasa kifarah. Kalau puasa itu terputus, karena sakit, atau musafir dan sebagainya, maka ia harus memulai lagi niat untuk seluruhnya. Akan tetapi puasa yang tidak wajib berturut-turut seperti: qadha puasa Ramadhan, kifarah sumpah, harus disertai niat pada tiap malam.