Puasa Ramadhan Bagi Penderita Diabetes

Red: Heri Ruslan

Jumat 20 Jul 2012 13:10 WIB

Mengukur kadar gula darah pada penderita diabetes Mengukur kadar gula darah pada penderita diabetes

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yulia*

 

Bulan Ramadhan segera tiba. Bulan nan agung ini kita sambut dengan penuh suka cita. Bulan penuh kemuliaan ini ditandai dengan ibadah utama puasa fardlu selama satu bulan penuh yang dimulai dari saat fajar (waktu Imsyak) hingga saat terbenamnya matahari di kala Maghrib. Kita akan menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 14 jam lamanya.

Puasa merupakan ibadah fisik dan batin yang sarat makna dan keberkahan, sehingga kehadiranya sangat dinantikan  oleh  kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia. Hikmah berpuasa selama bulan Ramadhan ini adalah memantapkan ketundukan kita dalam komitmen takwa, sebagaimana diungkap dalam Alquran, surah  Al-Baqarah ayat 183:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa”; dan selanjutnya dalam ayat 185 yang bermakna: “...dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...”.

 

Dalam ayat di atas disampaikan bahwa puasa Ramadhan pada hakikatnya merupakan kewajiban yang bersyarat yakni syarat imani dan jasadi. Syarat imani bermakna hanya orang-orang yang beriman saja yang dibebani taklif berpuasa. Sedangkan syarat jasadi adalah bagi mereka yang tidak memiliki halangan fisik yang diwajibkan untuk menjalankan puasa, sebagaimana firman Allah dalam Surah diatas. 

Di sini jelas bahwa kewajiban puasa tidaklah ditujukan untuk memberatkan umat Islam. Sangat jelas bahwa  puasa boleh ditinggalkan oleh mereka yang mengalami sakit. Definisi sakit di sini perlu dilihat pada aspek medis dan bukan pemaknaan  subjektif atas kondisi sakit itu.

 

Tulisan ini mencoba mengulas tentang bagaimana puasa bagi mereka yang mengalami sakit diabetes melitus atau yang dikenal dengan sebutan kencing manis atau penyakit gula. Hal ini disebabkan karena pada orang yang mengalami sakit gula terjadi gangguan metabolisme  kronis yang sangat berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi jika terjadi perubahan pada pola maupun jumlah asupan makan dan minuman selama berpuasa.

 

Puasa dan Diabetes Melitus

Secara sederhana apa yang ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 185 diatas menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami penyakit kronis seperti diabetes melitus  diperbolehkan mengambil rukhshoh (keringanan) untuk tidak berpuasa. Tetapi dalam kenyataannya, banyak orang dengan diabetes tetap memaksakan diri untuk melaksanakan puasa selama bulan Ramadhan dengan alasan untuk menjalankan syariat Islam. Mereka merasa tidak mantap beribadah manakala kewajiban yang satu ini ditinggalkan, meskipun ada kompensasi bagi mereka yang sakit untuk meninggalkannya.

Tambahan lagi, program yang ditujukan untuk memberikan pemahaman pada orang yang mengalami diabetes tentang puasa belum disosialisasikan dengan baik di Indonesia. Walaupun pada kenyataannya jumlah pemeluk Islam di Indonesia merupakan terbesar di seluruh dunia dan jumlah orang yang terdiagnosa diabetes melitus menempati ranking ke-4 terbesar di seluruh dunia setelah India, China, dan USA. Berdasarkan laporan tahun 2011 yang dirilis oleh International Diabetes Federation (IDF), terdapat sekitar 7,3 juta orang yang mengalami  diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2010.

 

Berdasarkan ilmu kedokteran, seseorang yang mengalami diabetes masih diperbolehkan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan sejauh memenuhi aturan-aturan tertentu yang disesuaikan dengan kondisi diabetesnya. Puasa bagi orang diabetes jika tidak dipersiapkan dengan baik, selain dapat membahayakan jiwa, juga dapat mengganggu kekhusyukan ibadah itu sendiri. Oleh karena itu penting sekali bagi orang yang mengalami diabetes melitus yang ingin berpuasa untuk memahami kondisi diabetes yang memungkinkannya untuk berpuasa secara aman.

 

Perubahan dalam tubuh selama berpuasa

Dalam kondisi puasa, tubuh manusia dapat berfungsi dengan baik karena terdapat berbagai macam hormon dalam tubuh yang mengatur keseimbangan kerja organ-organ tubuh. Diabetes melitus  merupakan salah satu contoh dari kondisi dimana tubuh kekurangan salah satu hormon  yang dinamakan insulin. Hormon ini berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kurangnya jumlah dan kerja insulin  dalam tubuh.

 

Insulin di dalam tubuh diproduksi oleh suatu kelenjar yang disebut pankreas.  Pada orang yang tidak mengalami diabetes, pengeluaran insulin dari pankreas diantaranya dipicu oleh adanya glukosa yang masuk ke dalam darah. Glukosa tersebut dapat berasal dari asupan makanan yang mengandung karbohidrat. Kadar glukosa yang normal di dalam darah (60mg/dL-150mgdL) sangat diperlukan untuk memberikan asupan energi bagi kerja sel-sel penting dalam tubuh, seperti sel otak, sel saraf, sel darah, sel otot dan lain-lain.

Dengan bantuan insulin inilah melalui suatu proses yang rumit, makanan yang masuk ke dalam tubuh akan digunakan untuk pembentukan energi dan sisanya akan disimpan sebagai cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam hati (liver) dan otot sebagai zat yang dikenal dengan nama glikogen.

 

Sebaliknya, dalam keadaan puasa dimana asupan makanan menurun maka produksi dan penggunaaan insulin juga akan menurun. Dalam kondisi ini, aktifitas hormon tubuh lain seperti  glukagon (hormon yang berfungsi untuk menaikan kadar gula dalam darah) dan katekolamin (zat yang dapat meningkatkan kerja organ-organ  dalam tubuh) sebaliknya akan meningkat untuk membantu pemecahan cadangan makanan atau energi yang ada dalam tubuh  atau yang telah disebutkan diatas sebagai glikogen.

Karena puasa berlangsung selama 14 jam, maka cadangan glikogen dalam tubuh jumlahnya akan menurun. Rendahnya kadar glikogen dalam tubuh akan merangsang tubuh untuk memecah atau membakar lemak sebagai bahan makanan dan sumber energi lain bagi tubuh. 

Pembakaran asam lemak  ini akan menghasilkan zat  yang disebut keton. Seperti halnya glikogen, zat keton ini juga dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kerja otot jantung dan otot tubuh lainnya, semisal kerja hati dan organ tubuh lainnya. Pada orang tanpa diabetes, semua proses ini berlangsung secara seimbang karena insulin yang digunakan untuk proses di atas cukup tersedia di dalam tubuh untuk menyeimbangkan proses-proses tersebut.

 

Bahaya yang dapat timbul selama berpuasa

Kurangnya jumlah dan kerja insulin dalam tubuh seperti yang telah dijelaskan di atas, mengakibatkan orang yang mengalami diabetes berpotensi untuk mengalami berbagai macam gangguan yang dapat membahayakan kondisi fisik sebagai akibat dari tidak seimbangnya proses-proses yang disebutkan di atas. Bahaya yang mungkin timbul akibat berpuasa bagi orang dengan diabetes tanpa perencanaan yang tepat diantaranya adalah hipoglikemi, hiperglikemi, ketoasidosis, dehidrasi dan trombosis.

 

Hipoglikemi. Hipoglikemi berarti menurunnya kadar gula dalam darah.  Tanda dan gejala yang umum terjadi selama hipoglikemia adalah: rasa lapar, lemas, gemetaran, keluar keringat dingin, penglihatan menjadi kabur, pusing, mengantuk dan sulit berkonsentrasi. Kadar gula darah pada orang yang mengalami hipoglikemi kurang dari 60 mg/dL. Dalam keadaan puasa, hipoglikemi dapat terjadi akibat dari kurangnya makanan yang masuk ke dalam tubuh.

Hipoglikemi selain menimbulkan tanda dan gejala seperti yang disebutkan tadi, jika terlambat mendapatkan pertolongan dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Hipoglikemi lebih mudah terjadi pada orang diabetes yang mendapatkan terapi obat-obatan golongan Sulfonilurea dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi obat-obatan seperti Metformin & Glitazon. Selain itu menurut penelitian, hipoglikemi lebih mudah terjadi pada pasien diabetes tipe 1 dibandingkan dengan pasien diabetes tipe 2 yang menggunakan insulin untuk mengontrol kadar gula darahnya.

 

Hiperglikemi. Sebaliknya, orang diabetes yang berpuasa dapat mengalami hiperglikemi (peningkatan kadar gula darah lebih dari 200 mg/dL). Hiperglikemi dapat terjadi sebagai akibat dari pengurangan dosis insulin yang dilakukan dengan asumsi bahwa dosis insulin yang disuntikan jumlahnya disesuaikan dengan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Asumsi tersebut tentu saja tidak tepat, karena seperti telah dijelaskan sebelumnya walaupun dalam keadaan puasa  proses pemecahan glikogen dan lemak yang akan meningkatkan kadar gula darah tetap terjadi. Hiperglikemi ini jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan timbulnya ketoasidosis (DKA) yang ditandai dengan adanya mual, muntah, pengeluaran urin yang berlebihan, tidak mau makan, sampai terjadi penurunan kesadaran.

 

Dehidrasi dan trombosis. Dalam keadaan berpuasa, dehidrasi (kurang cairan  tubuh) dapat terjadi karena kurangnya asupan air. Di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, dimana kelembaban udara sangat tinggi, maka pengeluaran keringat akan meningkat, sehingga memungkinkan terjadinya dehidrasi selama berpuasa. Pada orang diabetes dengan kadar gula darah yang  masih tinggi akan mengeluarkan urin dalam jumlah yang berlebihan sehingga menyebabkan dehidrasi.

Dehidrasi dapat menjadi ancaman jiwa karena dehidrasi menyebabkan  berkurangnya cairan yang beredar dalam tubuh. Kurangnya cairan  dalam tubuh akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Selain itu, dehidrasi akan meningkatkan kekentalan darah yang selanjutnya menyebabkan menurunnya kecepatan aliran darah dan menyebabkan peningkatan proses penggumpalan darah dalam tubuh yang akan meningkatkan resiko timbulnya sumbatan dalam pembuluh darah (trombosis) seperti pada pembuluh darah mata, ginjal, atau pembuluh darah pada otak sekalipun.

 

Perencanaan untuk berpuasa

Seringkali seseorang dengan diabetes sangat terpengaruh oleh cerita tentang pengalaman orang lain yang juga mengalami diabetes bahwa dengan menjalani puasa Ramadhan orang tersebut akan merasa lebih sehat dari sebelumnya. Pengalaman orang lain tersebut, selayaknya harus disikapi secara bijaksana oleh orang yang mengalami diabetes. Keputusan untuk tetap menjalankan ibadah puasa pada akhirnya memang merupakan keputusan pribadi.

Namun seringkali disayangkan  karena pada umumnya keputusan tesebut semata-mata diambil atas dasar keinginan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan tanpa dilengkapi dengan pemahaman mengenai bahaya yang mungkin timbul selama berpuasa. Kemungkinan  timbulnya resiko tersebut memang sangat tergantung dari kondisi kesehatan setiap orang, seperti tinggi rendahnya kadar gula darah, pengobatan diabetes yang digunakan ataupun adanya penyakit lain yang mungkin menyertai. Oleh karena itu pemeriksaan secara medis sangat diperlukan bagi setiap orang yang mengalami diabetes sebelum memutuskan untuk berpuasa.

 

Secara umum, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan berpuasa bagi orang yang mengalami diabetes adalah sebagai berikut:

 

Personal. Perencanaan puasa merupakan hal yang harus dirancang berdasarkan kondisi setiap individu. Setiap orang yang mengalami diabetes memiliki kondisi diabetes yang unik sehingga sangat berbahaya untuk menerapkan pengalaman berpuasa orang lain kepada diri sendiri. Perbedaan pengobatan yang dijalani oleh seseorang dengan diabetes merupakan salah satu contoh dari keunikan tersebut. Oleh karena itu penting bagi orang diabetes untuk memahami obat-obatan apa yang digunakan selama ini, bagaimana cara kerjanya dan efeknya termasuk pengaruh obat tersebut selama berpuasa.

 

Memeriksa gula darah lebih sering. Untuk tujuan pemantauan resiko adanya hipoglikemi dan hiperglikemi selama puasa,  seseorang dengan diabetes harus lebih sering memeriksakan gula darahnya.

 

Diet.Pada prinsipnya diet selama bulan puasa harus sama dengan diet sehari-hari, yaitu diet dengan menu seimbang dengan perhitungan kalori yang disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Juga disarankan untuk banyak minum pada malam hari dan memastikan bahwa makan sahur dilakukan seakhir atau selambat mungkin sebelum Imsyak tiba.

Aktifitas. Aktifitas normal sehari-hari perlu diperhatikan.  Bagi orang dengan diabetes, kegiatan fisik yang berlebihan selama berpuasa dapat menyebabkan hipoglikemi sehingga harus dihindari. Shalat Taraweh merupakan salah satu contoh tambahan kegiatan fisik yang dilakukan selama bulan puasa dan perlu diwaspadai dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemi. Oleh karena itu disarankan untuk makan seimbang sebelum shalat Taraweh.

Berbuka puasa. Orang dengan diabetes yang berpuasa harus segera membatalkan puasanya jika merasakan adanya gejala hipoglikemi. Disarankan agar orang diabetes selalu menyediakan bekal makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat sederhana (karbohidrat yang dapat diolah secara cepat menjadi gula di dalam tubuh, misalnya air yang mengandung gula, jus, atau roti putih) untuk segera dikonsumsi saat merasakan gejala hipoglikemi atau segera membatalkan puasa pada saat Magrib tiba. Hal ini sesuai dengan seruan Nabi yang berbunyi, ” “Senantiasa manusia itu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (H.R. Bukhori dan Muslim).

 

Medical check up Pra-Ramadan. Semua orang dengan diabetes yang berkeinginan untuk tetap berpuasa selama bulan Ramadhan sangat disarankan untuk menjalani pemeriksaan dan berkonsultasi kepada dokter ahli diabetes. Dokter terutama akan memeriksa pola kadar gula darah, tekanan darah, kadar kolesterol, fungsi ginjal dan fungsi hati. Melalui pemeriksaan ini akan diketahui apakah seorang dengan diabetes dapat berpuasa secara aman,  seberapa besar resiko yang mungkin terjadi jika berpuasa, dan dokter akan melakukan penyesuaian dosis dan waktu penggunaan obat-obatan dan insulin untuk mengurangi resiko akibat berpuasa.

 

Edukasi dan Konseling. Selain melakukan pemeriksaan medis dengan dokter ahli diabetes, orang dengan diabetes perlu  berkonsultasi kepada edukator diabetes seperti ahli gizi dan perawat edukator diabetes mengenai perawatan mandiri selama berpuasa, diantaranya adalah mengenai tanda dan gejala hipo/hiperglikemi, pemantauan gula darah, perencanaan  makanan dan kegiatan sehari-hari selama berpuasa. Walaupun di Indonesia belum menjadi kebiasaan umum, orang dengan diabetes sangat disarankan untuk menggunakan gelang pengenal sebagai orang diabetes, sehingga jika terjadi sesuatu akan segera mendapatkan pertolongan yang tepat.

 

Kesimpulan

Ibadah puasa Ramadhan bagi orang yang mengalami diabetes berimplikasi pada aspek syariat maupun medis. Adapun yang perlu dipahami oleh umat Islam, secara umum, orang yang mengalami diabetes tipe 1 lebih beresiko untuk mengalami perubahan kadar gula darah sehingga sangat disarankan untuk tidak melaksanakan puasa. Bagi orang dengan diabetes tipe 2 diperbolehkan melaksanakan puasa berdasarkan pemeriksaan dan diskusi yang serius dengan dokter ahli diabetes dan edukator diabetes. 

Melalui pemeriksaan dan konsultasi ini, akan diketahui besarnya risiko dan kemungkinan resiko apa yang mungkin dapat terjadi. Selain itu, konsultasi ini akan membantu orang yang mengalami diabetes untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai cara berpuasa secara aman, seperti  mengatur makanan dan aktifitas fisik sehari-hari, memantau gula darah, menggunakan obat-obatan dan insulin yang waktu dan dosisnya akan  disesuaikan untuk keamanan berpuasa.

Perencanaan puasa Ramadhan untuk setiap orang diabetes harus dirancang sesuai dengan kebutuhan individu. Selanjutnya juga diperlukan pemantauan selama menjalankan ibadah puasa untuk mendeteksi secara dini dan mencegah resiko akibat berpuasa. Selamat menjalankan ibadah puasa secara khusyuk dan aman.

 

*Edukator Diabetes

Mahasiswa S3 pada School of Nursing, Melbourne University

Pengajar Fakultas Ilmu Keperawatan-UI Depok

Kontak:  [email protected]

Terpopuler