REPUBLIKA.CO.ID,Kehadiran hari raya keagamaan adalah momen yang di nanti-nanti oleh para pemeluk agama. Di semua agama, perayaannya bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan lebih dari itu, hari besar keagamaan menyiratkan pesan moral religi dan sosial yang teramat besar. Karenanya, agama menganjurkan agar melakukan penyambutan spesial untuk hari-hari tersebut. Lalu, bagai mana dengan Idul Fitri?
Syekh Muhammad Shalih al- Munjid dalam bukunya berjudul Al Id Adabuhu wa Ahkamuhu memaparkan beberapa panduan yang penting diketahui oleh Muslim men jelang Idul Fitri, baik yang berkenaan dengan hukum fikih maupun tun tunan yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
Soal hukum, misalnya, Syekh Shalih menggarisbawahi perihal hukum berpuasa pada hari pertama Syawal. Menurutnya, puasa pada hari tersebut tidak diperbolehkan. Larangan ini merujuk pada hadis riwayat Muslim dari Abu Said al- Khudri. Syekh Shalih juga men jelaskan hukum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Hendaknya, segenap Muslim menunaikan shalat tersebut. Bagi mereka yang berhalangan, seperti menstruasi pada perempuan, dianjurkan agar tetap datang meramaikannya sekalipun cuma hadir di sekitar masjid.
Ini lantaran syiar di balik shalat itu sangat besar. Karenanya, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum shalat ini wajib. Ini seperti di katakan oleh Mazhab Hanafi. Sedangkan, Hambali menganggapnya fardhu kifayah. Di kalangan Mazhab Syafi’i dan Maliki, hukumnya sunah muakad.
Persiapan
Syekh Shalih lantas mengemukakan beberapa perkara sunah yang dianjurkan sebelum melaksanakan shalat Id. Di antaranya, kebiasaan yang kerap dilakukan oleh para sahabat sebelum berangkat shalat ialah membersihkan diri dengan mandi. Ini seperti yang dinukilkan dari “Al Muwatha”. Abdullah bin Umar selalu menyempatkan mandi sebelum berangkat ke masjid pada hari raya.
Menurut Imam Nawawi, para ulama bersepakat soal sunah mandi sebelum shalat Id. Bila hendak menunaikan shalat Jumat saja dianjurkan mandi, tingkat kesunahan mandi pada hari raya jauh lebih besar.
Aktivitas sunah lain yang dianjur kan ialah mengonsumsi makanan sebelum berangkat shalat. Anas bin Malik RA berkisah tentang kebiasaan Rasulullah memakan sejumlah butir kurma beberapa saat ketika hendak keluar rumah menuju masjid.
Ibnu Hajar menganalisis, tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kelebihan puasa pada hari itu. Entah karena sebab lupa atau faktor lainnya.
Bagi mereka yang tidak mendapatkan kurma, bisa menggantinya dengan alternatif menu makanan ringan lain. Tak lupa, takbir dikumandangkan sejak malam sebelum shalat dilaksanakan hingga shalat selesai dikerjakan. Hal ini merupakan tradisi yang tak pernah dilupakan oleh para sahabat, contohnya Abdullah bin Umar. Ia bertakbir sejak malam hingga imam usai memimpin shalat Id.
Adab berikutnya ialah berhias diri secukupnya. Menggunakan pakaian yang laik, memakai wangiwangian, dan tampil menarik pa da hari kemenangan. Jabir bin Abdullah bertutur, Rasulullah sengaja menyimpan dua potong baju yang khusus dikenakan pada Idul Fitri. Hal ini mengilhami para sahabat. Abdullah bin Umar pun tiap kali Lebaran mengenakan busana yang paling bagus.
Syekh Shalih juga menyebut ak tivitas berpahala menyambut Idul Fitri, yaitu saling berbagi ucapan dan doa. Diriwayatkan dari Jabir bin Nufair, para sahabat menggunakan momentum Idul Fitri untuk saling menyampaikan ucapan selamat atas kesuksesan menjalankan iba dah puasa selama sebulan penuh. Dengan harapan, segala amalan itu berdampak pada pribadi dan mendapat ganjaran-Nya.
Syekh Shalih menekankan pula pentingnya mendengarkan pesan- pesan kebajikan dalam khotbah Idul Fitri. Mayoritas ulama berpandangan hukumnya sunah, tidak wajib mendengarkannya. Ini merujuk pada hadis riwayat Abdullah bin As Saib. Imam Syafi’i menambahkan, mendengarkan khot bah tidak termasuk syarat sah shalat Id. Tetapi, ia berpendapat bila yang bersangkutan memilih beranjak pergi dan menghiraukan khotbah, hukumnya makruh kendati ia tidak wajib mengulangnya.