REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Udin (73) sudah kembali melakoni kegiatan rutinnya. Ia memulung plastik bekas air minum di sekitar Stasiun Cikini. Cucunya, Atin (8), turut menemani. Kadang membantu, kadang hanya melihat saja. Atin lebih sibuk bermain dengan bonekanya.
Memiliki kampung halaman di Serpong, Udin memilih tinggal di bawah jembatan di Cikini. "Untuk apa tinggal di sana, istri saya sudah meninggal,'' katanya.
Semua perlengkapan bajunya dan baju Atin, ia simpan di gerobak. Sehari-hari, kakek cucu ini tidur di bawah jembatan. Kalau hujan turun, mereka berpindah ke stasiun. Mandi dan mencuci biasa dilakukan di stasiun pula.
Merayakan hari lebaran, mereka shalat ied di sekitar taman segitiga Cikini. Mereka menyempatkan pergi ke Serpong berziarah ke makam nenek Atin. Setelah itu, mereka berlibur ke Bogor.
"Ke taman topi", kata Atin, bocah kelas 2 SD ini.
Naik kereta dan bermain-main di taman itu cukup untuk merayakan lebaran bersama sebelum disibukkan lagi mencari nafkah dengan memulung untuk mencukupi kebutuhan mereka. "Naik keretanya 7 ribu. Tiket masuk anak 3 ribu dan tiket dewasa 4 ribu,'' sambung Udin.
Untuk hidup sehari-hari, Udin bekerja keras mengumpulkan plastik. Pada hari ini, harga sekilonya sudah mencapai Rp 2.000. Beberapa hari sebelum lebaran harganya sempat hanya Rp.700 saja.
Karena kebutuhan mendesak, Udin tetap menjualnya. Dari uang yang dikumpulkannya setiap hari, ia berhasil membelikan baju baru untuk Atin. "Semuanya dikumpulkan sedikit-sedikit,'' ungkapnya.