REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Itikaf merupakan amalan yang dilaksanakan umat Islam dengan cara berdiam di dalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah ini lebih utama dilaksanakan pada 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan.
Namun, sebelum melaksanakannya harus diawali dengan niat. Hendaklah seseorang meniatkan itikaf yang dilakukannya pada 10 hari terakhir Ramadhan hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah SWT dan menghidupkan sunnah Rasulullah SAW.
Seperti dikutip dari kitab Tuhfatul Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj, berikut niat itikaf.
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ مَا دُمْتُ فِيهِ
Artinya: “Saya berniat i’tikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya.”
Lalu kapan mulai masuk masjid untuk beritikaf di 10 hari terakhir Ramadhan? Mengenai hal ini, para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama berpendapat orang yang beritikaf disunnahkan masuk ke tempat itikaf setelah sholat subuh pada hari ke-21 Ramadhan. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa orang yang beritikaf masuk pada malam ke-21 sebelum matahari tenggelam.
Dalam kitabnya yang berjudul Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah, Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada telah mengungkapkan beberapa adab yang perlu dijaga dan diperhatikan dalam beriktikaf. Itikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah sunnah nabi yang dilakukan di dalam masjid.
Menurut Syekh Sayyid Nada, tidak sah seseorang beritikaf di rumahnya. Bahkan, hendaknya dilakukan di masjid jami sehingga tidak perlu keluar untuk melaksanakan sholat Jumat.
Lalu apakah boleh itikaf di dalam tenda di masjid? Menurut Syekh Sayyid Nada, itikaf di dalam tenda atau kubah akan membantu orang beritikaf untuk berkhalwat dengan Rabb-nya, bersendiri, dan tidak menyia-nyiakan waktu berbicara dengan orang lain. Hal itu, kata dia, dilakukan Rasulullah SAW.
Dari Aisyah RA, dia berkata, ‘’Rasulullah jika ingin beritikaf, beliau mengerjakan sholat fajar, kemudian masuk ke tempat itikafnya. Suatu kali beliau ingin beritikaf pada 10 hari terakhir Ramadahan, lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar didirikan kemah, maka dipancangkanlahnya.’’ (HR Bukhari dan Muslim).