Agar Ibadah tak Surut di Pertengahan Ramadhan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko

Kamis 14 Apr 2022 13:19 WIB

Pengurus remaja masjid membaca Al Quran di Masjid Syuhada Lhokseumawe, Aceh, Selasa (12/4/2022) malam. Remaja masjid kembali aktif melaksanakan ibadah tadarus Ramadhan 1443 Hijriah setelah adanya pelonggaran PPKM COVID-19 dari pemerintah. Foto: AANTARA FOTO/Rahmad Pengurus remaja masjid membaca Al Quran di Masjid Syuhada Lhokseumawe, Aceh, Selasa (12/4/2022) malam. Remaja masjid kembali aktif melaksanakan ibadah tadarus Ramadhan 1443 Hijriah setelah adanya pelonggaran PPKM COVID-19 dari pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa Ramadhan telah memasuki fase pertengahan. Setiap Muslim harus terus menjaga semangat ibadahnya dan jangan sampai menurun dibandingkan dengan 10 hari pertama Ramadhan.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi menyampaikan, setiap Muslim harus memperkuat iman bahwa apa yang dijanjikan Allah SWT terkait keutamaan bulan suci Ramadhan itu benar. Mereka yang menjalankannya tentu akan merasakannya secara riil di akhirat kelak.

Baca Juga

Kiai Zubaidi melanjutkan, seorang Muslim harus meyakini Allah SWT memberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan hamba-Nya. Allah SWT juga melipatgandakan pahala amal kebaikan. "Kalau dosa kita diampuni dan pahala dilipatgandakan, tentunya kita akan selamat di akhirat dan masuk ke surganya Allah dengan mudah," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (13/4/2022).

Untuk itulah, Kiai Zubaidi menuturkan, dibutuhkan keimanan yang kuat dengan membangun keyakinan bahwa akhirat jauh lebih utama ketimbang dunia. Namun masalahnya, banyak orang yang memandang kebahagiaan dunia itu sebagai sesuatu yang nyata dan akhirat hanyalah khayalan.

"Ini penyakit kita sehingga banyak yang ibadahnya masih tidak stabil. Di hari pertama, masjid penuh, panitia kewalahan. Di hari berikutnya menyusut. Apalagi turun hujan lebih menyusut lagi. Ini menandakan keimanan kita belum benar-benar kuat sehingga apa yang dijanjikan Allah SWT hanyalah imajinasi, bukan nyata," jelasnya.

Menurut Kiai Zubaidi, supaya tidak malas dan semangat, seorang Muslim harus mempertanyakan pada dirinya sendiri soal apakah ia sudah yakin terhadap janji-janji Allah. Sebab, diperlukan keyakinan akhirat lebih utama dari dunia sehingga bisa terus termotivasi untuk meningkatkan ibadah dengan penuh istiqomah.

"Beribadah tidak semata mengikuti tren, tetapi itu kesadaran diri dalam rangka tunduk kepada Allah SWT. Kenapa malas? Karena kita nggak yakin sehingga kita masih lebih asik dengan gadget, dan perkara dunia lainnya, atau mungkin tidur-tiduran selepas buka puasa dan malas pergi ke masjid atau mushola," paparnya.