Kenangan Ramadhan Komunitas Non-Muslim di Turki

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah

Jumat 08 Apr 2022 12:27 WIB

Orang-orang membeli chestnut panggang di sebelah masjid Taksim saat matahari terbenam pada hari pertama bulan suci Ramadhan, di Istanbul, Turki, Sabtu, 2 April 2022. Kenangan Ramadhan Komunitas Non-Muslim di Turki Foto:

1

Selama Ramadhan, umat Islam akan makan sahur sebelum fajar dan mereka juga berdoa setelah mereka makan. Orang Yahudi juga melakukan makan dan berdoa selama doa Selichot yang mendahului Yom Kippur. Pada masa kakeknya, ketika Ramadhan sahur dan ibadah Selichot bertepatan, kedua komunitas makan dan berdoa secara bersamaan.  

Untuk lingkungan campuran seperti Balat, yang terletak di Golden Horne Istanbul yang indah, hal-hal terjalin secara tak terbayangkan di awal 1950-an. “Kakek saya memberi tahu saya bahwa orang Yahudi menyiapkan meja besar di taman sinagoge mereka dan Muslim datang untuk berbagi makanan dengan orang Yahudi, makan bersama sebelum fajar,” kata Levi.

Buka puasa Ramadhan untuk semua orang

Refleksi dari ingatan kakek Levi dapat ditemukan dalam acara buka puasa bersama minoritas saat ini, yang menyatukan berbagai pemeluk agama, dari Kristen Yunani, Suriah, dan Armenia hingga Yahudi, untuk ikut buka puasa Ramadhan. Setiap tahun sejak 2000-an, salah satu komunitas agama minoritas Turki mengadakan buka puasa, mengundang para menteri Turki dan Muslim terkemuka lainnya ke meja mereka untuk makan bersama dan berbagi makanan. Ankara juga menjadi tuan rumah bagi agama minoritas untuk buka puasa bersama.

“Sejauh yang saya ingat, buka puasa yang sangat menyenangkan diberikan di Phanar Greek Orthodox College terakhir kali, sebelum pandemi,” kata Parizyanos. 

Phanar College adalah sekolah Yunani tertua di Istanbul yang didirikan pada 1454. Parizyanos menjadi pembicara pada acara buka puasa itu, berbicara tentang cinta dan mengutip salah satu sabda Rasul Paulus. “Itu adalah suasana yang menyenangkan, yang dialami bersama oleh Muslim dan non-Muslim,” ungkapnya.

Ketika dia berbicara tentang pidatonya di buka puasa Phanar College, Parizyanos langsung teringat bagaimana neneknya diundang ke buka puasa Ramadhan oleh tetangga Muslimnya di Balat. “Dia akan pergi dan berbagi makanan dengan mereka.” Seperti kakek-nenek Levi, kakek-nenek Parizyanos juga berbuka puasa dengan tetangga Muslim mereka. 

“Kami juga hampir berpuasa. Saya berada di meja buka puasa selama hampir lebih dari 15 hari selama Ramadhan,” kata Sait Susin, Presiden Yayasan Gereja Ortodoks Syria Istanbul, mengacu pada penghormatan komunitas Kristen Syria terhadap puasa Muslim. Layaknya Muslim merasakan Ramadhan, kami juga merasakannya seperti mereka,” kata Susin kepada TRT World.

Puasa 50 hari bagi komunitas Suriah juga bertepatan dengan Ramadhan tahun ini. “Kami akan merayakan pesta kami pada 24 April karena Anda akan melakukan pesta Ramadhan Anda sendiri seminggu setelah kami,” katanya.

Pengusaha Suriah-Turki berusia 75 tahun itu juga memuji lebih banyak Muslim menyambut umat Kristen di acara-acara seperti Natal yang tampaknya menjadi tren yang meningkat. Tidak seperti penekanan budaya Barat pada individualisme, negara-negara seperti Turki dengan koneksi kuat dengan peradaban timur masih merasakan semangat kolektif yang dapat menyatukan ratusan orang di meja buka puasa. 

“Meskipun menjadi negara mayoritas Kristen, banyak gereja di dunia Barat hampir kosong. Soal puasa dan ibadah, kami menjalaninya sepenuhnya di Timur Tengah,” katanya.

 

https://www.trtworld.com/magazine/the-ramadan-memories-of-t%C3%BCrkiye-s-non-muslim-communities-56087