Hukum Puasa untuk Anak-Anak, Wajibkah?

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 05 Apr 2022 05:29 WIB

Sejumlah umat Islam melaksanakan buka puasa bersama di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad (3/4/2022). Masjid Istiqlal kembali melaksanakan buka puasa bersama pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah setelah sebelumnya ditiadakan karena pandemi Covid-19. Sebanyak 3.000 paket makanan untuk buka puasa disiapkan untuk umat Muslim yang ingin berbuka puasa di Masjid Istiqlal. Republika/Putra M. Akbar Foto: Republika/Putra M. Akbar Sejumlah umat Islam melaksanakan buka puasa bersama di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad (3/4/2022). Masjid Istiqlal kembali melaksanakan buka puasa bersama pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah setelah sebelumnya ditiadakan karena pandemi Covid-19. Sebanyak 3.000 paket makanan untuk buka puasa disiapkan untuk umat Muslim yang ingin berbuka puasa di Masjid Istiqlal. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa diwajibkan bagi orang yang berakal dan telah baligh. Bagaimana dengan puasanya anak-anak?

Dikutip dari buku Catatan Faedah Fikih Puasa dan Zakat Kitab Safinatun Naja oleh Muhammad Abduh Tuasikal, puasa tersebut sah dilakukan oleh anak kecil yang sudah tamyiz yang sudah mencapai tujuh tahun. 

Baca Juga

Adapun yang belum tamyiz, yaitu di bawah tujuh tahun, maka tidak sah puasanya walaupun ia berpuasa. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:172. Sementara orang gila karena tidak disebut tamyiz dan berakal, tidaklah sah puasanya. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:172.

Dalil bahwasanya anak kecil diajak puasa adalah hadits berikut ini. Dari Rabi binti Mu’awwid radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ ‏ "‏ مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ‏"‏ ‏.‏ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ ‏

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusannya pada siang hari ‘Asyura (sepuluh Muharam) ke desa-desa kaum Anshar di sekitar Madinah untuk mengumumkan, ‘Barang siapa telah berpuasa sejak pagi hari, hendaklah dia menyempurnakan puasanya. Barang siapa yang pagi harinya tidak berpuasa, maka hendaknya puasa pada sisa harinya.’ Maka setelah itu kami berpuasa, dan kami membiasakan anak-anak kecil kami untuk berpuasa insya Allah. Kami pergi ke masjid, lalu kami buatkan untuk mereka (anak-anak) mainan dari kapas yang berwarna. Kalau salah satu di antara mereka menangis karena (kelaparan). Kami berikan kepadanya (mainan tersebut) sampai berbuka puasa.” (HR. Bukhari, no. 1960 dan Muslim, no. 1136).