Ramadhan dan Tradisi Klasik Kuwait yang Mulai Pudar  

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah

Jumat 01 Apr 2022 14:45 WIB

Ilustrasi Ramadhan. Tradisi klasik sambut Ramadhan di Kuwait mulai pudar Foto: Pixabay Ilustrasi Ramadhan. Tradisi klasik sambut Ramadhan di Kuwait mulai pudar

REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT – Di seluruh dunia, Ramadhan adalah waktu untuk doa, puasa dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman. Setiap bangsa dan komunitas memiliki tradisi dan adat istiadat selama berabad-abad, yang melambangkan budaya tanah air. 

Kuwait juga memiliki tradisi Ramadhan unik yang telah dijalankan oleh generasi lokal dan penduduk negara. Keberadaan tradisi ini menjadi merupakan sumber kenyamanan dan rasa memiliki. 

Baca Juga

Transformasi cepat Kuwait, yang awalnya merupakan daerah terpencil dengan pendapatan dari memancing dan menyelam mutiara menjadi negara modern yang makmur, juga mengubah banyak tradisi lokal. Bahkan, hal ini menyebabkan beberapa di antaranya jadi menghilang dan terlupakan. 

Kegiatan Daq al-harees (menghancurkan gandum) adalah tradisi pra-Ramadhan di Kuwait kuno. Tradisi ini biasanya dilakukan ebuah keluarga yang membeli gandum dalam jumlah besar, yang dihancurkan oleh beberapa wanita terampil disertai dengan nyanyian rakyat. 

Namun sayangnya, kebiasaan itu sekarang telah berkurang.

Salah satu penabuh genderang sahur, Abu Tubailah, kini tidak lagi berkeliling di jalan-jalan sekitar lingkungannya. 

Dia telah pensiun menjadi tokoh budaya. Tak hanya itu, saat ini orang-orang lebih suka menghabiskan waktu menonton tayangan TV atau pergi ke pusat perbelanjaan usai buka puasa, dibandingkan tinggal di rumah bersama keluarga.

Meski demikian, beberapa tradisi Ramadhan di Kuwait tetap bertahan dari waktu ke waktu, bahkan terus berkembang untuk mencerminkan perubahan perkembangan sosial, keuangan dan keluarga. Setelah dua tahun vakum karena penyebaran Covid-19, mereka akan kembali lagi tahun ini.

Dilansir di Kuwait Times, Jumat (1/4/2022), salah satu tradisi yang masih berjaya adalah Graish, yaitu pesta tradisional pra-Ramadhan ketika anggota keluarga dan bahkan tetangga berkumpul sebelum awal bulan puasa. 

Di masa lalu, para wanita di rumah akan mengosongkan lemari makanan dari bahan yang biasanya tidak dimakan di bulan Ramadhan, serta keluarga besar akan berkumpul untuk mengambil bagian dalam potluck.

Di momen-momen seperti ini, makanan biasanya dipesan dari restoran dan pertemuannya lebih kecil. Meski tidak semegah sebelumnya, tetapi tradisi itu terus berlanjut.

Baca juga: Syair Syahdu Syailillah Ya Ramadhan, Tentang Pujian, Doa, dan Pengakuan

Tradisi Ramadhan lainnya yang masih berjalan adalah Girgian. Girgian diperingati setiap tanggal 13, 14 dan 15 Ramadhan, ketika anak-anak melakukan aksi 'trick or treat' untuk mengumpulkan permen dan kacang dari pintu ke pintu.

Ada alasan mengapa Girgian dirayakan di tengah bulan lunar. Di Kuwait, saat zaman pra-minyak dan pra-listrik, bulan purnama akan memberikan penerangan bagi anak-anak yang berjalan dengan susah payah melintasi lingkungan.

Menurut sejarawan dan astronom Kuwait, Saleh Al-Ojairi, kata Girgian berasal dari kata gargaa, yang mengacu pada suara dentang keras yang terdengar ketika pot rumah yang terbuat dari logam dipukul.