Mudik Lahir Batin

Red: Agung Sasongko

Kamis 13 May 2021 07:11 WIB

Suasana lengang di jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (12/5). Ditlantas Polda Metro Jaya melakukan penutupan Jalan Sudirman-Thamrin saat pelaksanaan crowd free night pada pukul 22.00 WIB dalam rangka mendukung pencegahan kerumunan di malam takbir Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Republika/Thoudy Badai Foto:

1

Setelah uraian mengenai ‘Id dan Fitri dalam kajian lughowi (bahasa), mari merujuk kata dasar ‘Id dalam al-Qur’an. Derivasi kata ini cukup banyak. Baik dalam bentuk kata dasar asal (‘aada) dan dalam beberapa bentuk lain yang tak kurang disebut sebanyak 27 derivasi.

Adapun beberapa ayat yang disebut dalam bentuk lafadz ‘aada ada tiga ayat yakni Qs. Al-Baqarah/2: 275, al-Maidah/5: 95, Qs. Yaasin/ 36: 39. Sementara itu, kata ‘aadun / ‘aadan juga disebut sebanyak 24 kali yang berarti (kaum) ‘Ad (kaum Nabi Hud ‘alaihissalam).

Sementara itu, kata yang disebut dengan ‘Id (an) hanya disebut satu kali Qs. Al-Maidah/ 5: 114 yang berarti hari raya. “Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki."

 Memaknai lafadz ‘Id dalam perspektif al-Qur’an yang sungguh komprehensif menambah wawasan kita tentang makna ‘kembali’ yang sesungguhnya. Jika dikaitkan dengan fenomena khas/ tradisi tahunan (mudik), maka, esensi mudik ialah saat terbaik bagi seseorang untuk ‘kembali’ meluapkan rasa rindu pada kedua orangtua, keluarga dan sanak saudara.

Saling berpelukan, bermaafan. Nmun bagaimana masa pandemi seperti ini? Dimana bertemu secara fisik terhalang jarak dan virus? Tentu, kita masih tetap bisa ‘mudik secara batin’ dengan tulus ikhlas saling berkirim dan mendekap dalam do’a.

Terpopuler