REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana diketahui, di negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim, setiap bulan Ramadan ada suasana khas, yakni hampir tidak ada orang makan atau minum di siang hari, karena umumnya mereka sedang berpuasa. Yang tidak berpuasa pun, karena sedang berhalangan, tidak berani makan/minum di depan umum, di samping karena malu, juga demi menghormati mereka yang sedang berpuasa.
Bahkan di banyak negara ada imbauan dari sebagian kalangan, agar semua orang menghormati bulan suci Ramadhan dan mereka yang sedang berpuasa. Yang harus dipahami adalah keharusan menghormati orang yang berpuasa itu sebenarnya lebih berdimensi moral-sosial, bukan formal (hukum).
KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer Buku 3 mengatakan secara moral (akhlak) dan sosial (kemasyarakatan) kita memang harus menghormati mereka yang sedang berpuasa, antara lain dengan cara tidak makan-minum di depan mereka, atau tidak menampakkan bahwa kita tidak berpuasa karena berhalangan, atau bahkan karena lain agama.
Tetapi secara formal (hukum) selagi tidak ada ketentuan hukum yang mengatur hal tersebut, maka orang yang tidak hormati orang yang sedang berpuasa sebatas seperti yang tersebut di atas, tidak dapat dituntut secara hukum, sesuai kaidah ushul fiqih: Al-Ashlu fil asy-ya' al-ibahah hatta yadullad dalilu 'alat tahrim (pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh kalau tidak ada dalil yang melarangnya). Dan sampai saat ini tidak ditemukan dalil eksplisit yang melarang orang berjualan makanan/minuman di siang Ramadhan.
Oleh karena itu, penjual makanan/minuman atau warung yang buka di siang hari bulan Ramadhan, jika karena tuntutan ekonomi demi nafkah keluarga dan tidak punya pilihan lain, maka hal itu diperbolehkan. Hal ini merupakan ijmak (kesepakatan bulat) seluruh fuqaha bahwa mencari nafkah itu hukumnya wajib, sebagaimana firman Allah (yang maknanya): Apabila telah dilaksanakan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah karunia Allah, serta banyak-banyak berzikirlah kepada Allah agar kalian beruntung (al-Jumu'ah 10).
Juga diriwayatkan dari Zubair bin Awwam r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Seseorang yang membawa tali lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah diri nya, maka itu lebih baik daripada seseorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak" (HR al-Bukhari).