REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI—Para ahli endokrin mengatakan bahwa puasa dapat menjadi terapi bagi penderita diabetes tipe II, di bawah bimbingan dan pengawasan dokter. Meningkatnya penderita diabetes tipe II di UEA membuat banyak warga Emirat ragu dan tidak maksimal dalam menjalankan puasa mereka.
Menurut Diabetes Household Survey, pada 2017, terdata lebih dari 19,2 persen orang Emirat menderita diabetes dan sekitar 14,6 persen populasi ekspatriat menghadapi kondisi dengan persentase tinggi penderita diabetes yang tidak terdiagnosis dan sebagian besar penderita pra-diabetes, dengan batas metabolisme glukosa terganggu. Dr C.P. Patanjali, ahli endokrinologi spesialis di Klinik Aster, Dubai, mengatakan bahwa sebagian besar penderita diabetes tipe II bisa berpuasa, di bawah bimbingan ketat medis.
“Tidak semua penderita diabetes bisa berpuasa. Penderita diabetes tipe II dapat masuk dalam kategori risiko kesehatan tinggi, sedang dan sedang, tergantung pada kontrol gula darah mereka,” ujarnya yang dikutip di Gulf News, Jumat (16/4).
Dia menjelaskan, HbA1C (hemoglobin) adalah indikator untuk ini. Hemoglobin terglikosilasi memberikan gambaran yang baik tentang kadar gula darah seseorang selama tiga bulan. Protein hemoglobin dalam sel darah merah bergabung dengan molekul glukosa dan berubah menjadi hemoglobin terglikosilasi. Pada non-diabetes, HbA1c antara 5,2, pada pra-diabetes pembacaan antara 5,2-5,6.
“Pada mereka dengan gangguan glukosa batas pembacaan antara 5,6-6 dan pada penderita diabetes bisa apa saja di atas 6 naik menjadi 14 dengan 6 adalah kontrol yang sangat baik untuk penderita diabetes,” jelas Dr Patanjali, menambahkan bahwa penderita diabetes beresiko tinggi sebaiknya tidak berpuasa.
Ruba Elhourani, Kepala Bagian Nutrisi dan Ahli Gizi Klinik di RS RAK, menjelaskan lebih lanjut. “Pasien berisiko tinggi adalah mereka dengan HbA1C di atas 8 dan bergantung pada insulin dan dengan komplikasi lain seperti Penyakit Ginjal Kronis atau bahkan wanita hamil dengan diabetes gestasional. Orang-orang seperti itu seharusnya tidak berpuasa. Pasien risiko sedang adalah mereka yang memiliki HbA1C hingga 8 yang mengalami obesitas dan mengonsumsi pil oral untuk gula,” jelasnya.
"Penderita diabetes berisiko rendah adalah mereka yang mengontrol gula darah dengan baik pada pil oral dengan HBA1C tidak lebih dari 7. Tidak masalah bagi pasien berisiko rendah hingga sedang untuk menjalankan puasa di bawah bimbingan medis.”
Dia juga menerangkan bahwa penderita diabetes harus menyesuaikan dosis dan jenis obat yang mereka konsumsi saat memutuskan untuk berpuasa. Boleh atau tidaknya berpuasa, tergantung pada jenis insulin yang dipakai pasien, dia harus memeriksa gula darah sebelum makan sahur. Dosis akan ditentukan sesuai dengan kadar gula darah. Setelah makanan dikonsumsi dan orang tersebut telah mengambil cairan, dia juga harus memeriksa gula darahnya dua jam kemudian, jelas Elhourani.
Pemeriksaan gula darah harus dilakukan sepanjang hari di monitor glukosa sesekali. Penderita diabetes dapat mengalami penurunan gula darah secara tiba-tiba (hipoglikemia dimana individu dapat mengalami kebingungan, berkeringat, disorientasi dan bahkan kehilangan kesadaran). Jika ini terjadi, pasien disarankan untuk mengakhiri puasa, dan segera berkonsultasi dengan dokter.
Elhourani mengatakan, penderita diabetes yang berpuasa selama Ramadhan tidak hanya harus berhati-hati untuk mengonsumsi cukup makro dan mikronutrien di kedua makanan mereka, tetapi juga harus memastikan mereka terhidrasi dengan baik. Penderita diabetes tipe II dapat mengalami ketidakseimbangan elektrolit yang parah karena tidak minum air dalam waktu lama dapat mengganggu kadar natrium kalium dalam tubuh mereka yang menyebabkan kelemahan dan kehilangan kesadaran.
“Oleh karena itu, mereka harus berhati-hati untuk memiliki setidaknya dua liter air selama jam-jam tidak berpuasa. Mereka dapat memilih buah-buahan dan sayuran yang kaya air untuk sahur dan buka puasa dan dari malam ketika mereka mengakhiri puasa, mereka harus memastikan untuk minum segelas air setiap jam sampai mereka pergi tidur untuk menjaga hidrasi yang tepat,” jelasnya.
Elhourani juga menyarankan makanan rendah kalori dan padat nutrisi untuk sahur dan buka puasa yang memiliki semua makronutrien (protein, karbohidrat dan lemak sehat) serta mikronutrien (vitamin, mineral dan enzim) agar tetap sehat. Mereka harus memilih makanan dengan indeks glikemik rendah (pelepasan glukosa perlahan dalam darah), biji-bijian, karbohidrat kompleks, minyak dan lemak kesehatan dari kacang-kacangan dan alpukat dan sebagainya serta protein berkualitas tinggi yang dimasak dengan sehat, jelas Elhourani.
“Ini berarti penderita diabetes harus menghindari makanan berminyak dan gorengan dengan segala cara. Penderita diabetes harus menghindari jus buah yang dapat meningkatkan gula darah mereka,” sambungnya.