Ramadhan, Iktikaf, dan Esensi Pembebasan Diri

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Nashih Nashrullah

Selasa 04 Jun 2019 16:03 WIB

Ilustrasi Ramadhan Foto: Pixabay Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh, Yusuf Daud, MA* 

Bulan Ramadhan yang akan meninggalkan kita dalam hitungan jam, memberikan banyak sekali pelajaran. Jika ingin kembali ke tempat asal semula, yang suci, yang sejati, yang Ilahiyah, jadilah ‘cahaya’-Ku, cahaya yang lebih baik dari seribu bulan, cahaya di atas cahaya. Tapi, jika kamu mengutamakan nafsumu, bergambunglah dengan mahluk-Ku yang Aku ciptakan dari api. Nafsu serakah, nafsu amarah adalah ekspresi hidup tapi manusia serakah dan pemarah tidak mensyukuri hidup. 

Oleh karenanya, Ramadhan yang diisi dengan ketulusan beribadah kepada-Nya akan mencetak manusia-manusia dewasa secara spiritual, manusia yang senantiasa memberi pencerahan dan manfaat untuk kemaslahatan bangsa bukan untuk kepentingannya semata.   

Dan pemimpin dewasa secara spiritual, dia memiliki kekuatan untuk menyatukan keberagaman menjadi tujuan bersama, seperti kita melihat cahaya purnama dari barat, timur, utara atau selatan. Bulan cuma satu dan kita bisa melihatnya dari mana saja dan kita tidak pernah meributkannya dari barat atau utaralah yang paling indah melihatnya, karena yang kita tuju bukanlah cara melihatnya tapi keindahan bulan itu yang berada di puncak cakrawala.   

Tuhan cuma satu, tapi mengapa kerap meributkan cara kita menuju Tuhan dan kita menyatakan cara kitalah yang paling tepat dan paling benar menuju Tuhan. Api juga punya cahaya, berapi-api akan membakar apa saja, pemimpin dewasa secara spiritual sangat tahu membedakan mana api dan mana cahaya walau keduanya berasal dari sumber yang sama!  

Manusia memerlukan jeda pengosongan, penyegaran. Puasa menjadi momentum hibernasi untuk memulihkan kesehatan jasmani dan rohani. Sedemikian vitalnya, hingga Tuhan pun mengajak seluruh manusia melakukannya, menghargainya sebagai kado spesial buat-Nya.   

Dengan puasa manusia dilatih jiwanya untuk tidak melekat pada dunia. Setiap jiwa atau nafsu selalu memiliki keinginan yang lebih untuk memiliki. Rasa yang berlebih dari jiwa kemelekatan telah menjauhkan diri ini kepada sejatinya manusia.  

Dengan adanya puasa , jiwa-jiwa ini dilatih untuk melepaskan dari keterikatan dunia menuju ke Maha-ruh. Bukan sekadar menahan lapar dan haus saja, tapi ada pesan yang mendalam yaitu belajar melepaskan kecintaan kepada dunia. Dengan melepaskan kecintaan dunia diharapkan setiap jiwa mendapatkan kesadaran yang tertinggi dari dalam jiwa kesadarannya. Yaitu untuk apa manusia diciptakan. Allah SWT berfirman:  

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS adz-Dzariyat [51]: 56) 

Begitu cemerlangnya kehadiran Ramadhan di muka bumi sehingga mata yang buta akan melihat, yang tuli mulai mendengar, yang bisu mulai bicara, yang mati bangkit hidup kembali menuju keterang-benderangan akan Tuhan. 

 

Terpopuler