'Honor dari Allah' Jadi Prinsip Dai Ini Terus Berdakwah

Red: Dwi Murdaningsih

Selasa 07 Jul 2015 11:32 WIB

Agus Norman Komara Foto: BMH Agus Norman Komara

REPUBLIKA.CO.ID, Matanya sudah tidak bisa melihat lagi sejak 2004. Namun, pria kelahiran Bandung pada 41 tahun silam ini tetap teguh berdakwah. Namanya Agus Norman Komara. Kini, dia membina di Desa Gunung Sari Kecamatan Tanjung Selor Bulungan ini, sehari-hari aktif membina TPA, mengimami sholat berjamaah lima waktu. Keterbatasan fisiknya tidak menghalangi berbagai kegiatan dakwah.

Bahkan, dalam kondisi seperti sekarang, aktivitas seperti berangkat ke musholla yang dipimpinnya, ayah lima anak ini sudah bisa berjalan sendiri dengan bantuan tongkat. “Ya, kalau ke musholla sudah bisa sendiri, Alhamdulillah. Aa sudah hafal,” ujar dia.

Sekalipun Agus berangkat ke Bulungan atas dasar tugas dakwah dari Hidayatullah yang disertai niat tulus, ikhlas ingin ikut ambil bagian dari gerakan dakwah ini, keberadaannya di Desa Gunung Sari yang juga dikenal dengan sebutan SP 12 itu tidak membuatnya serta merta diterima masyarakat. Dia sempat mendapatkan banyak tuduhan miring.

“Saya sempat menghadapi tantangan mengenai pemahaman khilafiyah. Mulai dari jumlah rokaat, khutbah jumat yang hanya sekali adzan dan masih ada lainnya. Bahkan, penduduk transmigrasi ini sangat marah kepada saya dan pernah saya dibacakan ayat, lakum dinukum waliyadin,” kenangnya.

Namun, karena dakwah tidak boleh berhenti, Agus tidak menjawab tuduhan miring itu dengan argumentasi apa-apa. Tetapi ia jawab melalui tindakan nyata dalam dakwah. Lambat laun, kala anak-anak warga SP 12 sudah mulai banyak yang bisa mengaji, ibu-ibu juga merasakan kehadiran dakwah Abi ini, masyarakat pun mulai menerima dan kini Abi tidak dianggap musuh lagi.

Sebenarnya ada kesempatan bagi Abi ini untuk meninggalkan SP 12. Terutama ketika tokoh masyarakat SP 9 memberikannya tawaran untuk pindah dakwah ke lokasinya dengan beragam fasilitas yang dijanjikan.

“Waktu saya dibenci itu, ada yang tawari saya dari tokoh masyarakat SP 9. Saya disuruh pindah ke sana, dengan jaminan rumah, operasional, dan banyak lagi. Tetapi saya pikir dakwah ini kan bukan soal kemudahan, tetapi bagaimana kesabaran kita menghadapi tantangan, ujian dan cobaan di dalamnya,” tegasnya.

Hingga kini, dengan aktivitas dakwahnya, Abi tinggal di rumah transmigrasi yang sudah puluhan tahun usianya dengna kondisi yang sebenarnya memerlukan peremajaan. Namun, Abi tidak ada masalah dengan tempat tinggalnya tersebut.

selanjutnya dakwah tidak pernah berhenti

Terpopuler