REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Ciri khas semarak Ramadhan di dunia Arab, adalah hadirnya tenda khusus yang berfungsi menjadi tempat pertemuan yang nyaman sebelum berbuka puasa. Namun, kebiasaan itu dinilai mengabaikan kesederhanaan Ramadhan.
Sejarawan Islam Hassan Al-Halak menegaskan tradisi tenda tidak terkait dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan kesederhanaan. Menurutnya, tradisi tenda saat ini lebih mempraktekkan kehidupan mewah yang tidak sesuai dengan Ramadhan. "Kesederhanaan Ramadhan harus dijaga. Nilai spiritual harus dikedepankan," kata dia seperti dikutip alarabiya.net, Selasa (31/7).
Tradisi itu, kata dia, sebaiknya dimanfaatkan guna memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, seperti anak yatim atau panti jompo. "Ironisnya, mayoritas orang menganggap tenda, seperti tempat bergaul, makan, minum, dan merokok shisha," ucapnya.
Halak menjelaskan, tenda ini baru dimulai tahun lalu. Awalnya tenda dibangun guna menjadi tempat berbelasungkawa dan dikenal sebagai "Saradek" dalam bahasa Arab. Saradek ini, lanjut dia, mulai berkembang menjadi tempat untuk menyimpan makanan dan tempat tinggal pada musim dingin. Lalu, fungsi tenda mulai berkembang menjadi tempat berbuka puasa. "Kini, banyak hotel menggunakan tenda guna memberikan layanan menu berbuka," kata dia.
Di Lebanon, kata Halak, kehadiran tenda mempersatukan perpecahan di kalangan warga Beirut. "Jadi, tradisi ini telah memberikan kontribusi terhadap persatuan Lebanon dari perpecahan antar sekte. Ini kemajuan luar biasa," papar Halal.
Asisten Manajer Sales, Hotel Phoenicia, Tania Samneh, pihaknya beberapa tahun belakangan menyiapkan layanan tenda. Tidak hanya kalangan muslim saja, non-muslim juga menikmati suasana Ramadhan di dalam tenda.