REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memperkirakan awal Ramadhan atau awal puasa tahun ini jatuh pada Sabtu 21 Juli.
"NU telah memprediksikan awal Ramadhan, namun bukan berarti NU telah menetapkan tanggal itu. Ini penting disampaikan," kata Ketua Lajnah Falakiyah Pengurus Besar (PB) NU KH A Ghazalie Masroeri di Jakarta, Rabu.
Prediksi bahwa 1 Ramadhan 1433 Hijriah jatuh pada Sabtu 21 Juli 2012 itu, juga tertuang dalam Almanak PBNU yang diterbitkan Lajnah Falakiyah.
Kiai Ghazalie mengatakan prediksi tersebut diambil berdasarkan perhitungan menggunakan metode ilmu hisab yang paling modern.
"NU menggunakan hisab yang tahkiki, tadzkiki, ashri," kata Ghazalie.
Berdasarkan hisab modern, posisi hilal pada saat dilakukan rukyatul hilal pada Kamis (19/7) mendatang atau 29 Sya'ban 1433 H baru berada pada ketinggian 1 derajat 38 menit di atas ufuk. Maka hilal dinyatakan belum "imkanur rukyat", atau belum bisa dilihat, sehingga tidak mungkin dapat dirukyat.
Menurut Kiai Ghazalie, negara-negara yang tergabung dalam MABIM (Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam) menetapkan 2 derajat sebagai batas minimal visibilitas pengamatan.
"Itu pun oleh pakar astronomi masih mau dinaikkan menjadi 4 derajat," katanya.
Secara astronomis, lanjutnya, hilal (bulan sabit) tidak mungkin bisa diamati jika masih berada di bawah batas visibilitas pengamatan. Dengan demikian almanak PBNU menggenapkan bulan Sya'ban menjadi 30 hari berdasarkan kaidah istikmal.
Meski demikian, Lajnah Falakiyah tetap akan melakukan rukyatul hilal di beberapa titik di Indonesia, karena untuk penentuan awal Ramadhan 1433 Hijriah, NU tetap mengambil keputusan berdasarkan hasil rukyat.
"Prediksi atau hisab hanya memandu kita untuk melaksanakan observasi atau rukyatul hilal," kata Ghazalie.
Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama juga mengimbau warga NU untuk menunggu hasil rukyatul hilal yang akan dilakukan pada Kamis (19/7) sore.