Perbedaan Idul Fitri Sebenarnya bisa Dihindari

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: cr01

Jumat 02 Sep 2011 21:37 WIB

Shalat Idul Fitri (ilustrasi) Foto: Republika/Agung Supriyanto Shalat Idul Fitri (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perbedaan Hari Raya Idul Fitri yang kembali dialami umat Islam diharapkan tidak membawa kepada perpecahan.

Anggota dewan pembina Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), Adian Husaini, menilai sebenarnya perbedaan tersebut bisa dihindari apabila ada kearifan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam dalam menentukan hari raya.

Adian menilai sebenarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menjelaskan agar ormas Muslim wajib bermusyawarah dengan pemerintah sebelum mengambil sikap untuk menentukan hari raya. "Tapi fatwanya sebatas macan ompong," kata Adian saat dihubungi, Jumat (2/9).

Menurutnya, perlu ada kedewasaan terutama dari Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai dua ormas Islam terbesar dalam menentukan ijtihad agar tidak mengorbankan persatuan.

Adian mencontohkan, perbedaan sebenarnya sudah terjadi beribu-ribu tahun yang lalu pada masa sahabat dan imam-imam besar. Akan tetapi mereka bisa berkorban demi kepentingan umat yang lebih besar. Seperti ketika ada mazhab yang melakukan pembacaan doa qunut saat shalat subuh dan ada yang tidak. "Tidak pernah ada sampai dua kali shalat Subuh," ujarnya.

Contoh lainnya, lanjut Adian, yakni pelaksanaan shalat Jumat. Ketika shalat Idul Fitri di Arab Saudi dan di Indonesia berbeda satu hari, seharusnya shalat Jumat di dua negara tersebut berbeda jika memang terjadi perbedaan waktu sehari. Akan tetapi shalat Jumat di Arab Saudi dengan di Indonesia masih tetap hari Jumat dan tidak bergeser satu hari.

Adian mengungkapkan memang selama ini tidak ada masalah dengan adanya perbedaan lebaran seperti tahun ini. Namun jika dibiarkan berlarut-larut, khawatir akan timbul perpecahan. "Bagaimanapun, akan susah di dalam hati jika di satu tempat ada dua Ied," tandasnya.

Terpopuler