Ramadhan Jadi Ajang Perebutan Ekonomi Kapital

Red: Chairul Akhmad

Rabu 01 Aug 2012 21:18 WIB

 Suasana Ramadhan di sebuah mal di Jakarta. Foto: Republika/Imam Budi Utomo Suasana Ramadhan di sebuah mal di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO – Bulan Ramadhan yang seharusnya penuh makna ibadah bagi kaum muslimin, disadari atau tidak, telah menjadi ajang perebutan ekonomi berbagai kepentingan industri kapital.

"Ramadan telah menjadi ajang perebutan ekonomi para perusahaan besar, media massa, bahkan negara dan elit politik dalam rangka mengejar kepentingannya masing-masing," kata sosiolog Universitas Negeri Gorontalo, Funco Tanipu, Rabu (1/8).

Menurut dia, Ramadhan menjadi satu momentum bagi perusahaan besar untuk meningkatkan intensitas promosi, menawarkan produk yang dibalut nuansa Ramadhan, mulai sepeda motor, rokok, ponsel, bahkan sekedar sirup atau biskuit.

Seringkali, kata dia, pencitraan yang sengaja diciptakan oleh industri, adalah mengenai kemenangan yang dapat diraih dengan mengonsumsi produk yang mereka jual. "Padahal, tujuannya tidak lain adalah keuntungan finansial yang besar dari mata rantai industri ini," kata dia.

Funco menambahkan, "industri Ramadhan" juga bahkan merasuk dalam penampilan setiap Muslim, mulai dari busana atau aksesoris yang dia kenakan, yang itu lantas dianggap menjadi ciri khas Ramadhan.

Fenomena tersebut, menurut dia, cukup berpotensi menimbulkan "keterasingan", di mana makna terdalam bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi milik individu setiap Muslim, berubah menjadi komoditas bernilai jual tinggi. "Kita harus sadar secara pribadi, mengonsumsi suatu produk itu wajar, asalkan tidak berlebihan hingga memposisikan diri kita sendiri sebagai korban dari industri kapital," tutupnya.