Soal Awal Puasa, Jamaah Naqsabandiah Qodariah Cianjur Manut Pemerintah

Red: Djibril Muhammad

Rabu 18 Jul 2012 19:41 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR - Jamaah Tarekat Naqsabandiah Qodariah di Cianjur, Jabar, tetap memilih ikut hasil sidang isbad yang akan diputuskan Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah, tentang awal bulan Puasa.

"Selama ini, kami selalu melaksanakan puasa sesuai dengan keputusan pemerintah dan MUI. Jika keputusannya Sabtu 21 Juli, kami baru akan salat tarawih pada Jumat malam," kata pemimpin Tarekat Naqsabandiyah Qodariah Cianjur, Syeh Abbas Sahabuddin, Rabu (18/7).

Dia menjelaskan, ini salah satu upaya untuk menghindari konflik antar umat Islam dan fitnah terutama di Cianjur. Meskipun di daerah lain, jelas dia, biasa memulai awal Ramadan sesuai dengan penghitungan hisab serta kalender bulan yang dikeluarkan tarekat tersebut.

"Kami terbuka bagi siapa pun yang ingin beribadah bersama kami. Kalau nanti umat Muslim lain sudah berpuasa, mereka biasanya ada yang ikut salat di musala kami ini," ucapnya.

Dia menambahkan, dengan pilihan jamaah di Cianjur, tidak memutuskan atau menghilangkan ikatan jamaah Cianjur dengan jamaah yang berada daerah lain. Bahkan jelas dia, jamaahnya, tetap saling berkomunikasi dan bersilaturahmi langsung secara bergantian.

Informasi dihimpun, Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebarannya dan terdapat banyak di wilayah Asia. Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah, mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu dua ratus tahun.

Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani. Tarekat ini masuk ke Cianjur 120 tahun lalu, di bawa oleh Syekh Hasan Al Kholidi, putra dari Bupati Cianjur, pertama, Raden Ariawiratanudatar atau dikenal sebagai Eyang Dalem Cikundul yang memimpin Cianjur dari 1677-1691.

Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah Qodariah adalah diikutinya syariat secara ketat. Keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari. Mereka lebih mengutamakan berzikir dalam hati, berbuat dengan keasadaran di jalan yang telah ditetapkan Allah.