Ini Ketentuan Bagi Musafir Boleh Berbuka Puasa Ramadhan Saat Perjalanan

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Muhammad Hafil

Senin 01 Apr 2024 22:09 WIB

 musafir memang mendapatkan keringanan untuk berbuka berpuasa ramadhan. Foto:  Arus Mudik (ilustrasi) Foto: republika musafir memang mendapatkan keringanan untuk berbuka berpuasa ramadhan. Foto: Arus Mudik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Bagi musafir memang mendapatkan keringanan untuk berbuka berpuasa ramadhan lebih awal atau tidak berpuasa. Bahkan sebagian sahabat dan tabiin mewajibkan memilih agar berbuka apabila dalam kondisi musafir. Rasullah saw dalam sejumlah hadis juga membolehkan berbuka ketika musafir. Begitu juga Alquran Surah al-Baqarah ayat 184 dan 185 dengan jelas membolehkan tidak berpuasa bagi mereka yang sedang musafir.

Kendati diperbolehkan tidak berpuasa bagi mereka yang sedang musafir namun ada ketentuan yang harus terpenuhi yakni mengenai jarak safar seorang musafir dan kapan boleh berbuka. Ini penting diketahui oleh umat Islam jelang arus mudik lebaran 2024.

Baca Juga

Yusuf Qardhawi dalam bukunya "Fikih Puasa" mengatakan para ulama berbeda pendapat mengenai kadar seorang Muslim yang sedang musafir yang mendapatkan keringanan untuk berbuka lebih awal atau tidak berpuasa ramadhan. Beberapa pertanyaan yang muncul adalah apakah seorang musafir boleh berbuka setelah melewati batas kota? Atau sekadar setelah meninggalkan rumahnya sendiri? Apakah ia berbuka sekalipun sudah berniat untuk berpuasa lalu melakukan safar setelah subuh?

Qardhawi mengatakan berdasarkan madzhab fiqih mayoritas yang dianut saat ini bahwa jarak safar yang memperoleh dispensasi berbuka yakni antara 80-90 km dan tidak boleh berbuka sebelum keluar dari batas kota (kabupaten). Namun bagi Imam Ibnul Qoyim dalam Zad al-Ma'ad, berkata tidak ada petunjuk Nabi Muhammad Saw tentang batasan jarak. Menurut Zad tak ada hadis sahih mengenai hal tersebut.

Ada beberapa kasus tentang ketentuan jarak yang berbeda-beda. Qardhawi mencontohkan dahulu para sahabat ketika melakukan safar berbuka sekalipun belum melampaui kampung halaman. Dan mereka mengatakan itu adalah petunjuk Nabi Saw, sebagaimana dikatakan 'Ubaid bin Jabir, "Saya pernah berlayar bersama Abu Bashrah Al-Ghifari, sahabat Rasulullah Saw dari suatu barak di bulan Ramadhan. Belum lagi keluar dari kampung halaman, ia sudah mengajak makan. 'Mendekatlah!', pintanya. Saya katakan, 'Bukankah engkau masih melihat kampung?' Jawab Abu Bashrah, 'Apakah engkau membenci sunnah Rasulullah?.'" (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Kasus lain Dahiyah bin Khulaifah Al-Kalbi berbuka puasa dalam jarak perjalanan tiga mil. Kemudian dia berkata tentang orang-orang yang tetap berpuasa, "Mereka tidak mengikuti petunjuk Muhammad Saw," (HR Abu Dawud).

Bagaimana jika safar pada tengah hari? Qardhawi mengatakan ada dua pendapat terkenal di kalangan ulama mengenai hal ini. Kedua pendapat tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Namun yang paling kuat dari dua pendapat tersebut adalah boleh berbuka. Dan beberapa sahabat pernah melakukannya sebagaimana disebutkan dalam Sunan.

Adapun pada hari kedua, maka tanpa diragukan boleh berbuka sekalipun safar itu berlangsung dua hari. Itu menurut pendapat jumhur ulama. Sedangkan bagi mereka yang biasa safar, ia boleh berbuka jika memiliki kampung halaman yang menjadi tempat kembali seperti pedagang ekspor-impor yang selalu mengirim komoditi dari luar negeri atau tukang pos yang selalu perjalanan memenuhi keperluan masyarakat.