Mengapa Puasa Ramadhan Istimewa dan Erat dengan Integritas Moral?

Red: Nashih Nashrullah

Kamis 21 Mar 2024 22:52 WIB

Ilustrasi orang berpuasa. Puasa Ramadhan membangun kesadaran untuk pengawasan diri Foto: AP/Rahmat Gul Ilustrasi orang berpuasa. Puasa Ramadhan membangun kesadaran untuk pengawasan diri

Oleh : KH Ade Muzaini Aziz, Lc MA, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kota Tangerang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Ibadah inti dan utama di bulan Ramadhan adalah puasa, sebagaimana firman Allah SWT di dalam surah Al-Baqarah ayat 185:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَـصُمْهُ  "Maka barang siapa di antara kalian hadir di bulan itu hendaklah ia berpuasa."

Baca Juga

Uniknya, puasa memiliki keistimewaan tersendiri dibanding jenis-jenis ibadah lainnya. Keistimewaan puasa ini pernah diungkapkan oleh Rasulullah Saw. dalam hadits beliau:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ (متفق عليه)

“Semua amal ibadah anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia (puasa itu) untukku, dan aku sendiri yang akan mengganjarnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Tentu, semua jenis ibadah, apakah baik itu sholat, zakat, umrah/haji dan lainnya, kita lakukan semata untuk Allah dan guna menggapai ridha-Nya. Namun, hadits tersebut menempatkan puasa secara lebih istimewa, dibanding ibadah-ibadah lainnya, sehingga ia langsung dinisbatkan kepada Allah SWT.

Seperti ketika Ka’bah disebut sebagai Rumah Allah (Baytullâh), tentu semua rumah, seluruh bangunan dan segenap bumi dan segala isinya adalah milik Allah SWT. 

Namun, ketika Ka’bah langsung dinisbatkan kepada Allah SWT dan kemudian disebut Baytullâh atau Rumah Allah, itu karena adanya keistimewaan tersendiri yang dimiliki oleh Ka’bah dibanding seluruh rumah/bangunan lainnya di muka bumi ini. Demikian juga puasa.

Semua amal ibadah dapat dilihat oleh orang lain. Anda tahu saya sedang shalat ketika Anda melihat tubuh saya yang sedang melakukan gerakan shalat, sujud misalnya. Anda tahu saya berzakat karena Anda menyaksikan ada materi yang saya bayarkan/tunaikan, apalagi jika zakat itu saya berikan untuk Anda.

Saat saya melaksanakan ibadah haji pun, Anda bisa menyaksikannya, baik secara langsung maupun melalui foto/video saat saya wukuf di Arafah atau ketika saya melontar jamrah, yang saya posting di media sosial saya.

Ketika Anda tahu dan menyaksikan setiap ibadah yang saya lakukan, tentu ada potensi riya (memperlihatkan dan memamerkan sesuatu untuk menuai pujian) di dalam hati saya. Apalagi jika kemudian Anda menilai bagus dan memuji setiap ibadah yang saya lakukan itu, potensi riya` semakin besar menjangkiti saya. 

Lain halnya dengan puasa. Keistimewaan puasa itu antara lain terletak pada bahwa ia adalah ibadah yang amalannya tidak dapat dilihat oleh orang lain. Bisa saja saya mengaku-ngaku sedang puasa di depan Anda, dan Anda percaya bahwa saya sedang puasa, meskipun kenyataannya saya bohong.

Yang mampu mengetahui bahwa saya benar-benar sedang puasa atau tidak hanyalah Allah SWT, demikian ungkap Imam al-Ghazali di dalam Ihya`-nya. Itulah mengapa ibadah puasa memiliki keistimewaan dibanding jenis ibadah lainnya.