REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika menjalani ibadah puasa, aktivitas mencicipi masakan sering kali menimbulkan keraguan dan pertanyaan terkait hukumnya. Bagaimanakah hukum mencicipi masakan saat puasa?
Dilansir laman NU Online pada Rabu (13/3/2024), mencicipi rasa makanan saat puasa pada dasarnya tidak termasuk bagian dari sesuatu yang membatalkan puasa. Hal ini disebabkan karena mencicipi tidak sama dengan menelan makanan. Mencicipi hanya merupakan upaya untuk memastikan bahwa rasa makanan tersebut sesuai dengan selera, tanpa sampai tertelan ke dalam perut.
Karena itu, para ulama menyimpulkan bahwa tindakan mencicipi masakan saat puasa tidak membatalkan puasa dan hukumnya diperbolehkan jika memang diperlukan. Imam Ibnu Abbas ra, dalam salah satu karyanya yang dikutip oleh Syekh Badruddin al-‘Aini, menyatakan bahwa mencicipi sesuatu saat puasa adalah diperbolehkan, selama tidak sampai masuk pada kerongkongan dan dalam keadaan berpuasa.
Sementara itu, menurut pendapat Syekh Sulaiman As-Syafi’i Al-Makki, hukum asal dari mencicipi rasa makanan bagi orang yang sedang puasa adalah makruh jika tidak ada kebutuhan (hajat) untuk mencicipinya. Namun, jika ada kebutuhan, seperti bagi juru masak, maka hukumnya boleh-boleh saja dan tidak makruh. Pendapat lain dari golongan ulama Kufah menyatakan bahwa puasa seseorang tidak batal selama rasa makanan yang dicicipi tidak tertelan.
Pendakwah dan pengasuh Lembaga Pengembangan Da'wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah di Cirebon, Prof KH Yahya Zainul Ma'arif, juga menyatakan bahwa mencicipi makanan itu diperbolehkan, asalkan tidak ditelan. Dilasir dari kanal YouTube Al-Bahjah, Buya Yahya menjelaskan bahwa mencicipi makanan berarti hanya menyentuh makanan dengan lidah untuk mengetahui rasanya, dan kemudian makanan tersebut dilepeh atau dibuang kembali.
Buya Yahya juga memberikan contoh bahwa seseorang, terutama seorang ibu yang sudah terampil dalam memasak, biasanya sudah dapat mengetahui rasa makanan hanya dengan mencicipinya di lidah. Mereka sudah memahami resep dan ukuran bumbu yang tepat, sehingga jika ada kekurangan, dapat ditambahkan saat berbuka.
Selain itu, Buya Yahya juga memberikan saran bagi katering yang harus mengirim makanan ke orang lain. Dia menyatakan bahwa rasa makanan bisa dibuat sebelumnya, misalnya di malam hari, sehingga pada hari berikutnya tinggal disajikan tanpa perlu mencicipi.
Buya Yahya menegaskan bahwa seseorang tidak boleh meninggalkan puasanya hanya karena ingin mencicipi makanan. Puasa tetap harus dijalankan dengan penuh keimanan. Dia yakin bahwa dengan menjalankan puasa dengan baik, rezeki akan semakin lancar dan makanan akan terasa lebih lezat karena diiringi dengan keimanan dari hati.