Sementara ketika iftar, sejauh ini saya selalu berbuka hanya dengan buah dan air putih. Karena saya tinggal di sebuah apartemen di area diplomatik.
Selain berbagai kedutaan besar, di sekitar apartemen saya hanya ada jejeran restoran dan beberapa minimarket serta supermarket. Kebanyakan restoran pun menyajikan menu non-halal.
Namun, tentu ada beberapa restoran Muslim atau halal yang tersebar di Beijing. Salah satu yang terdekat dari apartemen saya berjarak sekitar satu kilometer.
Pada situasi ini, tentu segera muncul perasaan rindu dengan berbagai macam penganan dan minuman yang banyak dijajakan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta sebelum waktu berbuka tiba. Mulai dari tempe mendoan hingga risol, es kelapa hingga sop buah. Beragam, tinggal pilih saja sedang mau makan dan minum yang mana.
Pengalaman perdana berpuasa di negeri orang, terlebih di negara dengan mayoritas penduduknya non-Muslim, mengajarkan saya perlunya mensyukuri keberadaan hal-hal kecil. Bahwa dalam situasi jauh dari rumah, kita sangat bisa merindukan sesuatu yang sebelumnya mungkin selalu dianggap atau dipandang biasa. Pada momen ini, misalnya, saya merindukan nikmatnya sepotong tempe mendoan hangat yang biasa saya santap ketika waktu berbuka tiba.