Perintah Puasa Ramadhan agar Muslim Semakin Erat Hubungannya dengan Allah

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil

Sabtu 09 Mar 2024 21:36 WIB

Persiapan Menyambut Ramadhan (ilustrasi). Foto: Dok Republika Persiapan Menyambut Ramadhan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 183 ada dialog dari Allah Yang Maha Kuasa kepada hamba-Nya yang beriman, dan hamba tersebut menurut dengan patuh untuk menjalankan perintah Allah SWT. Yakni melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Baca Juga

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Yā ayyuhal-lażīna āmanū kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alal-lażīna min qablikum la‘allakum tattaqūn(a).

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah Ayat 183)

Dalam ayat perintah puasa ini, diiringi dengan penjelasan bahwa perintah ini bukanlah perintah yang baru saja ada. Bahkan, umat-umat terdahulu (sebelum umat Nabi Muhammad SAW) juga telah mendapat perintah untuk berpuasa juga. 

Jadi, walaupun Mukmin telah menyerah tunduk dan patuh melaksanakan perintah-Nya, Allah SWT masih membuat agar perintah ini tetap ringan diterima. Perintah tersebut yakni puasa, merupakan lanjutan dari perintah-perintah kepada umat-umat terdahulu. Demkian dijelaskan Buya Hamka dalam buku Tuntunan Puasa, Tarawih dan Sholat Idul Fitri terbitan Gema Insani, 2017. 

Buya Hamka menuliskan bahwa pada ujung Ayat 183 dari Surat Al-Baqarah, diterangkan maksud yang sebenarnya atau tujuan yang asasi dari perintah puasa, yaitu untuk membuat seorang Mukmin menjadi orang-orang yang bertakwa. Artinya agar bertambah dekat hubungan antara seorang Mukmin dan Allah SWT, terpelihara hubungan baik itu agar jangan sampai putus, agar hidup seorang Mukmin selamat dan terpelihara.

Dalam permulaan Ayat 183 dari Surat Al-Baqarah, Allah SWT memanggil, "Yā ayyuhal-lażīna āmanū" artinya "Wahai orang-orang yang telah mengakui beriman kepada Allah SWT."

Mendengar seruan ini, orang yang merasa bahwa ada iman dalam dirinya akan terus tersentak dan tersadar. "Perintahkanlah Tuhanku, segala perintah-Mu hamba junjung tinggi.”

Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang utama dalam hal tafsir Alquran.

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Jika kami mendengar satu ayat yang dimulai dengan seruan kepada orang beriman, kami terkembang menunggu tugas yang akan dipikulkan ke atas bahu kami."

Oleh sebab itu, seruan kepada orang yang beriman adalah suatu seruan terhormat. Seruan yang menumbuhkan harga diri. Sebagai akibatnya, timbullah keyakinan bahwa perintah itu tidak akan berat. Sebab hubungan yang paling tinggi antara seorang Mukmin dan Tuhannya adalah hubungan ridha dan kecintaan, sehingga tidak ada sesuatupun yang terasa sulit dan berat. 

Allah SWT telah mengatakan bahwa Dia tidak akan memikulkan beban berat kepada hamba-Nya. Suatu perintah dari Allah SWT kepada hamba-Nya dipastikan hamba tersebut sanggup melaksanakannya.

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

Lā yukallifullāhu nafsan illā wus‘ahā

Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya . . . . .  (QS Al-Baqarah Ayat 286)

Siapapun yang beriman kepada Allah sebagai Tuhan, sebagai Ilah, sebagai Rabb, pasti dia menyerahkan diri sepenuhnya, patuh dengan segenap hati dan anggota tubuhnya kepada Allah SWT semata. Dari dalam lubuk jiwa keluarlah ucapan, "Sami'na wa athana." Kami dengar (perintah itu) dan kami taati (jalankan).

 

Terpopuler