Mereka yang Berduka, Menjalankan Ramadhan dan akan Ber-Lebaran di Pengungsian

Red: Erdy Nasrul

Selasa 18 Apr 2023 20:26 WIB

Ilustrasi korban gempa Cianjur. Foto: Republika/Thoudy Badai Ilustrasi korban gempa Cianjur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan merupakan momentum bersuka cita: kumpul bersama keluarga dan kerabat. Saling bertukar pengalaman, berbagi kasih, dan sama-sama saling mendoakan. Kumpul bersama orang dekat dibarengi dengan jamuan penuh kenikmatan. Lokasinya di bangunan kokoh yang melindungi siapa pun di dalamnya dari pergantian cuaca.

Namun hal itu tidak dirasakan para pengungsi korban gempa di Cianjur Jawa Barat. Meski bencana alam itu sudah berlalu, mereka masih berada di tempat seadanya, menjalankan puasa dan berkumpul bersama di tengah bangunan semi permanen. Ketika hujan memercik, mereka merasakan kedinginan. Namun ketika matahari menyengat, mereka merasakan panas sehingga badan berkeringat. 

Baca Juga

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengunjungi para korban gempa Cianjur, Jawa Barat, yang hingga menjelang Lebaran 2023 masih tinggal di tenda pengungsian.

"Banyak dari mereka yang tahun ini terpaksa berlebaran di bawah tenda plastik," kata Dedi Mulyadi dalam sambungan telepon, di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (18/4/2023).

Saat mengunjungi salah satu titik korban gempa di Kampung Panumbangan, Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, ia melihat banyak pengungsi yang berada di dalam Masjid Jami Bahrul Huda untuk beribadah dan sekadar mencari udara segar karena merasa pengap di dalam tenda. Masjid tersebut merupakan hasil sumbangan dari sejumlah pihak.

Di tengah kunjungannya, Dedi bertemu dengan salah seorang pengungsi bernama Ade yang saat ini masih tinggal di tenda plastik pengungsian karena belum mendapatkan bantuan yang dijanjikan pemerintah.

Ade menyampaikan dari pendataan itu dirinya termasuk penerima bantuan korban dengan kondisi rusak berat atau senilai Rp 60 juta. Namun, ia belum mendapatkan rekening sehingga rumahnya belum bisa dibangun kembali.

"Sudah hampir 5-6 bulan dari kejadian tinggal di hunian sementara ini. Ya, kondisinya seperti ini panas kalau siang dan dingin kalau malam karena terbuat dari terpal plastik," kata Ade.

Selama tinggal di pengungsian, Ade dan warga lain hanya bisa mengandalkan bantuan dari para donatur. Pengungsi lain, Ujang Nurdin mengatakan masih banyak yang tidak sesuai antara bantuan yang diberikan dengan kondisi penerima di lapangan.

"Banyak yang tidak sesuai, rumah saya rusak berat dan roboh tapi terdata rusak ringan. Uang (bantuan) sudah masuk ke rekening tapi tidak akan digunakan terlebih dahulu karena sekarang sedang diubah untuk diajukan menjadi rusak berat," katanya.

Sementara itu, Dedi berharap bantuan bisa segera dicairkan agar warga tak perlu lagi menempati tempat pengungsian sehingga warga bisa kembali hidup normal.

"Di dalam tenda, kalau siang panas sekali karena dari plastik. Uang (bantuan) sudah turun tapi belum bisa dicairkan karena mungkin perlu waktu. Ini kalau siang panas banget makanya lebih nyaman warga tidur di masjid. Mudah-mudahan uang segera turun dan bisa dicairkan agar masyarakat bisa kembali normal bekerja," katanya.