Pakar Sebut Kesenjangan Ekonomi Jadi Penyebab Mudik Tahunan

Red: Lida Puspaningtyas

Selasa 18 Apr 2023 07:31 WIB

Kendaraan pemudik mengantre untuk menaiki kapal di Pelabuhan Eksekutif Merak, Cilegon, Banten, Selasa (18/4/2023) dini hari. Menurut data PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) jumlah penumpang yang menyeberang melalui Pelabuhan Merak mengalami peningkatan. Hingga Senin (17/4/2023) mencatat sebanyak 238 ribu penumpang menyeberang ke Pulau Sumatera melalui Pelabuhan Merak. Sementara puncak arus mudik diprediksi pada hari Rabu (19/4/2023) atau H-3 Idul Fitri 1444 Hijriah. Foto: Republika/Thoudy Badai Kendaraan pemudik mengantre untuk menaiki kapal di Pelabuhan Eksekutif Merak, Cilegon, Banten, Selasa (18/4/2023) dini hari. Menurut data PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) jumlah penumpang yang menyeberang melalui Pelabuhan Merak mengalami peningkatan. Hingga Senin (17/4/2023) mencatat sebanyak 238 ribu penumpang menyeberang ke Pulau Sumatera melalui Pelabuhan Merak. Sementara puncak arus mudik diprediksi pada hari Rabu (19/4/2023) atau H-3 Idul Fitri 1444 Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengemukakan kesenjangan ekonomi di kota dan desa menjadi penyebab adanya peristiwa mudik tahunan. "Secara makro, kesenjangan ekonomi di desa dan kota menyebabkan peristiwa mudik tahunan," kata Yusuf dalam acara diskusi dan peluncuran Layanan Mudik Terpadu di Jakarta, Senin (17/4/2023).

Yusuf mengatakan bahwa jumlah pemudik yang naik setiap tahunnya adalah bukti dari ketimpangan ekonomi yang menyebabkan warga desa merantau ke kota. Pemerintah harus memperhatikan angka pemudik yang bertambah. Masalahnya, menurut dia, jika dibiarkan dalam jangka panjang, berakibat fatal.

Baca Juga

Salah satu akibatnya, lanjut dia, adalah soal pangan. Bahkan, lima tahun terakhir produksi padi di Tanah Air stagnan, tidak pernah melebihi angka 33 juta ton. Hal tersebut terjadi, kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, salah satunya karena sedikitnya generasi penerus yang menjadi petani di desa karena lebih banyak yang ingin merantau ke kota.

"Pada akhirnya mereka merantau bukan karena mencari jati diri, melainkan karena kepepet. Maka, akhirnya merantau," tuturnya.