Mengenal Metode Rukyat Hilal untuk Menentukan Awal Puasa Ramadhan

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ani Nursalikah

Kamis 16 Mar 2023 11:57 WIB

Siswi madrasah menggunakan teleskop untuk mengamati hilal 1 Ramadhan di gedung Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kudus, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (1/4/2021). Kegiatan belajar praktek mengamati hilal atau bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi pada arah dekat matahari terbenam itu guna mengenalkan teknologi perbintangan kepada para siswa sekaligus pembelajaran tentang metode penentuan 1 Ramadhan melalui rukyatul hilal. Mengenal Metode Rukyat Hilal untuk Menentukan Awal Puasa Ramadhan Foto:

1

Kedua, Ra'a yang berarti 'alima atau adraka atau ra'a bil 'aqli yang maknanya adalah mengobservasi melalui akal budi (perhitungan) yaitu untuk sasaran yang bentuknya transendental atau tidak dapat diamati.

Ketiga, Ra'a juga berarti dhanna atau ra'a bil qalbi maknanya adalah mengobservasi dengan hati (hipotesis) terhadap objek pengamatan yang lebih dari satu objek. Mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri ada yang beranggapan hanya dengan cara merukyat hilal, yakni melihat penampakan hilal seperti hadits Rasulullah tentang rukyat,

لا تصوموا حتى ترو الهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدرواله

"Janganlah kamu berpuasa sebelum kamu melihat hilal dan janganlah pula berbuka (berhari raya fitri) sebelum kamu melihatnya. Jika kamu tidak dapat melihatnya karena mendung atau tertutup awan maka takdirkanlah (kira-kirakanlah) ia."

Hadits tersebut menjelaskan ketika kondisi langit bersih tanpa awan yang menghalangi pandangan perukyat terhadap hilal, kemudian ketika rukyat dilakukan hilal pun terlihat (matahari sudah terbenam), dalam kondisi ini senja tersebut merupakan awal bagi bulan yang baru.

Akan tetapi jika dalam suatu keadaan langit tampak gelap dan pandangan terhalang oleh awan, maka penetapan awal bulan harus dengan metode istikmal yaitu penyempurnaan jumlah bilangan hari menjadi 30 hari, dalam konteks ini artinya senja tersebut dan keesokan harinya merupakan hari ke-30 dari bulan yang sedang berjalan, sedangkan hari pertama untuk bulan qamariah berikutnya baru dimulai sesaat setelah senja di keesokan harinya.

Dalam implementasi rukyat terjadi perbedaan perspektif para fukaha, yaitu terkait batas minimal orang yang melihat hilal. Hanafiah menetapkan ketika langit dalam kondisi terang atau tidak berawan, maka dengan rukyat kolektif dan tidak mengambil saksi seseorangpun menurut argumentasi yang kuat, dengan kondisi langit yang terang sehingga dapat dipastikan tidak ada halangan bagi siapapun untuk tidak melihat hilal, sedangkan yang lain dapat melihat hilal.

Namun demikian, jika hilal berkedudukan yang tidak mungkin untuk dirukyat, maka cukup dengan kesaksian satu orang saja, dimana syaratnya adalah Islam, berakal, adil dan dewasa.

Berbeda halnya dengan Syafi'iyah dan Hanabilah dimana mazhab ini menetapkan jumlah minimum adalah satu orang saksi, baik dalam keadaan cuaca terang atau sebaliknya ketika terdapat penghalang pandangan pengamat. Berkaitan dengan syarat orang yang merukyat adalah beragama Islam, dewasa, berakal, merdeka, laki-laki dan adil. Selain itu, sumpah dilakukan dihadapan seorang hakim.

Terpopuler