REPUBLIKA.CO.ID, Kriteria masjid seperti apa yang memenuhi syarat untuk dijadikan tempat beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan?
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih tentang kriteria masjid yang bisa digunakan untuk i’tikaf.
Abu Hanifah, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa i’tikaf sah dilakukan di setiap masjid yang dipergunakan untuk shalat berjamaah. Keempat ulama ini menggunakan hadis sebagai dalilnya. Nabi SAW bersabda, ‘’Setiap masjid yang mempunyai muazin dan imam, maka i’tikaf di dalamnya diperbolehkan.’’ (HR Daraquthni).
Namun, menurut Sayyid Sabiq, hadis yang dijadikan pegangan keempat ulama itu mursal, lemah, dan tidak bisa dijadikan hujjah (argumentasi). Imam Malik, Syafi’i, dan Daud berpendapat bahwa i’tikaf sah dilakukan di setiap masjid, karena tak ada keterangan sahih yang menegaskan bahwa i’tikaf harus dilakukan di dalam masjid tertentu.
‘’Menurut pengikut Mazhab Syafi’i, i’tikaf di masjid-masjid yang dipergunakan untuk melakukan shalat jamaah lebih utama,’’ ujar Sayyid Sabiq. Sebab, kata dia, Rasulullah SAW melakukan i’tikaf di masjid jami dan karena jumlah jamaah yang shalat di dalamnya lebih banyak.
Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad berpendapat masjid yang sesuai syariat dapat digunakan untuk beri’tikaf, walaupun belum digunakan untuk shalat berjamaah lima waktu.
Sayyid Sabiq menegaskan, i’tikaf tak boleh dilakukan di masjid yang lain, jika masa i’tikafnya diselingi dengan shalat Jumat. Sehingga, orang yang melaksanakan i’tikaf tak akan tertinggal menunaikan shalat Jumat.
Orang yang sedang i’tikaf boleh menjadi muadzin, jika pintu menuju tempat adzan berada di dalam masjid, di bagian serambi, meskipun harus naik ke menara. ‘’Sebab, semua tempat adzan masih termasuk bagian dari masjid. Namun, jika pintu menuju tempat adzan berada di luar masjid, maka i’tikafnya batal, jika dia melakukannya dengan sengaja,’’ ungkap Sayyid Sabiq.
Mazhab Hanafi, Syafi’i, dan sebuah riwayat dari Ahmad menyatakan bahwa pekarangan masjid termasuk bagian dari masjid. Namun, menurut pendapat Maliki dan satu riwayat dari Ahmad, pekarangan masjid tidak termasuk dari bagian masjid. Sehingga, orang yang sedang beri’tikaf tak boleh berada di pekarangan masjid.
Menurut Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam Fadhilah Ramadhan, bagi kaum laki-laki, masjid yang paling utama untuk i’tikaf adalah Masjidil Haram di Makkah. Selanjutnya, Masjid Nabawi di Madinah Al-Munawawarah, kemudian di Baitul Maqdis, kemudian masjid jami, dan selanjutnya masjid di kampung masing-masing.