Denda dan Qadha' Puasa bagi Wanita, Seperti Apa?

Rep: c81/ Red: Heri Ruslan

Ahad 22 Jul 2012 13:37 WIB

Puasa (ilustrasi) Puasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Halangan puasa Ramadhan bagi wanita memang beragam. Baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Di antara halangan yang tidak disengaja adalah datang bulan atau haid, melahirkan anak, menyusui anak dan lainnya. Tapi, ada pula halangan yang disengaja dilakukan saat puasa di bulan suci.

Misalnya bersetubuh di siang hari dengan suaminya. Ada pandangan bahwa baik si lelaki dan wanita wajib meng-qadha' puasanya dan membayar kifarat (denda) apabila rela dan menghendaki persetubuhan.

Meski demikian, kalau tidak disengaja, atau dipaksa, atau karena takut suaminya marah, atau yang lainnya, maka qadha' dan kifarat tidaklah wajib bagi si wanita.

Dalam kaitan ini, masih ada beda pendapat di kalangan ulama dan ahli agama. Imam Syafi'i menyatakan, wanita tidak wajib membayar kifarat sama sekali, meski ia melakukan persetubuhan dengan kehendak sendiri atau dipaksa. Dia hanya wajib meng-qadha saja.

Hal ini dipertegas oleh Imam Nawawi, yang menyimpulkan bahwa kifarat lebih tepat dikenakan pada lelaki, sebanyak satu kali dan untuk dirinya saja. Di sini, tidak ada kewajiban kifarat bagi wanita.

Imam Nawawi menjelaskan, ''Wanita memang tidak wajib membayar kifarat, karena kifarat itu hak harta khusus karena persetubuhan, yang tentunya menjadi kewajiban lelaki seperti halnya maskawin, bukan kewajiban wanita.''

Pada bagian lain, Abu Daud menceritakan, Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang bersetubuh dengan istrinya di siang hari di bulan Ramadhan, apakah sang istri wajib membayar kifarat?

''Kami tak pernah mendengar bahwa wanita itu wajib membayar kifarat,'' demikian jawab Imam Ahmad.

Sementara Ibrahim Muhammad al Jamal dalam buku Fiqh Wanita berpendapat bila wanita juga menghendaki persetubuhan itu, maka wajib baginya meng-qadha puasa sekaligus membayar kifarat. Berbeda misalnya jika ia lupa, tidak disengaja atau takut dimarahi suaminya, maka qadha pun tidak wajib.

Lain halnya dengan hukum makan dan minum dengan sengaja di siang hari saat bulan Ramadhan. Semua bersepakat. Hal yang demikian, baik wanita maupun lelaki, bukan hanya wajib meng-qadha' tapi juga membayar kifarat. Lain halnya dengan makan dan minum yang tidak disengaja, maka tidak wajib meng-qadha' dan membayar kifarat.

Dalam pandangan para ulama mazhab Hanafi, semua makanan dan obat-obatan dan apa saja yang berguna bagi tubuh, disukai oleh perasaan dan dapat memenuhi syahwat perut, bila dimakan dengan sengaja, bukan karena lupa atau dipaksa, semua itu mewajibkan qadha' dan kifarat.

Puasa dua bulan

Bahkan, para ulama Maliki mengatakan, kifarat wajib dilakukan oleh siapa pun yang sengaja membatalkan puasanya dengan salah satu sebab tadi. Pun jika batalnya itu karena keluar air madzi dengan sengaja, sekalipun tidak wajib membayar kifarat bila keluarnya itu karena lupa atau tak sengaja.

Kifarat di sini adalah hukuman agama yang telah ditentukan Allah SWT, dan diwajibkan atas orang yang melakukan beberapa jenis dosa seperti pembunuhan, melanggar sumpah dan puasa yang dibatalkan secara sengaja, dengan bersetubuh umpamanya.

Ada beberapa ketentuan. Antara lain dengan memerdekakan budak terlebih dahulu. Bila tidak mampu, maka dengan berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan bila tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin berupa makanan yang biasa diberikan kepada keluarga sendiri.

Menurut Ibrahim Muhammad Al-Jamal, untuk memerdekakan budak sudah bukan zamannya lagi. Jadi lebih tepat melaksanakan urutan berikutnya, yaitu puasa dua bulan berturut-turut atau bila tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin.

Sementara qadha' berarti berpuasa pada hari lain di luar bulan Ramadhan, sebagai ganti dari puasa yang batal di bulan Ramadhan.

Dari penjelasan Saleh Al-Fauzan dalam buku Fiqih Sehari-hari, barangsiapa tidak berpuasa atau membatalkan puasanya di bulan Ramadhan, baik karena dibenarkan syara' atau tidak, seperti bersetubuh atau yang lainnya, maka ia wajib meng-qadha'nya.

Hal itu sesuai firman Allah SWT surat Al-Baqarah [2] ayat 184, yang artinya, ''Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain''.

Terpopuler