Puasa Melatih Kepekaan, Bagaimana Caranya?

Rep: c85/ Red: Heri Ruslan

Ahad 22 Jul 2012 15:58 WIB

Umat Muslim Kuba saat melaksanakan buka puasa bersama. Foto: ihh.org Umat Muslim Kuba saat melaksanakan buka puasa bersama.

REPUBLIKA.CO.ID, Berpuasa bukan hanya sekedar menahan diri dari makan, minum, dan semua hal yang dapat membatalkannya. Namun, puasa juga dapat melatih kepekaan kita terhadap kesulitan orang lain.

''Puasa dapat melatih empati kita kepada orang miskin serta orang yang kelaparan serta kehausan,'' ujar Ketua PP Muhammadiyah, Dr Haedar Nashir.

Puasa, kata dia, jangan hanya dimaknai sebagai rutinitas. dapat dijadikan momen latihan untuk meningkatkan kepekaan sosial sehingga puasa tidak hanya dimaknai sebagai rutinitas.

Haedar mengatakan, kepekaan sosial tidak hanya diwujudkan dengan berbagi kedermawanan, tapi dengan bersikap sewajarnya dan tidak bersikap berlebihan. Meskipun lahir berkecukupan, kita tidak boleh hidup bermewah-mewah di tengah rakyat yang masih miskin.

''Jika ini terjadi, sikap ini merupakan bentuk alienasi sosial yang mengarah pada sikap anarki spiritual.''

Menurut Haedar, Ramadhan jangan disikapi secara berlebihan dalam spiritualitas, dan bahkan dijadikan gengsi sosial. Ia mencontohkan sebagian kalangan yang seperti berlomba-lomba melakukan umrah Ramadhan di tengah kondisi masyarakat yang kelaparan. ''Kepekaan sosial dalam Ramadhan harus ditunjukkan dengan transformasi sosial,'' jelasnya.

Kepekaan sosial yang tumbuh dalam kultur budaya masyarakat dapat melahirkan terciptanya solidaritas kolektif dan rasa senasib dan sepenanggungan. Dengan demikian, kemisinan yang kerap menjadi akar permasalahan sosial dapat terurai.

Puasa dimaknai secara harfiah sebagai sikap `menahan diri'. Sikap ini dapat membunuh naluri hewaniah dalam diri manusia sehingga dapat membentuk tindakan, pikiran, atau sikap yang fitri. Sehingga pada sangat puasa akan lahir pembunuhan ego yang melahirkan sikap empatik bagi orang banyak.

''Rasulullah bersabda, tidak beriman seseorang kalau tidak mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri,'' ujar Haedar menyitir sebuah hadis.

Sementara itu, Sosiolog UI, Dr Ida Ruwaida mengatakan, puasa tidak menumbuhkan kepekaan orang tumbuh secara serta merta. Kepekaan sosial dalam diri manusia harus dilatih dan melalui proses pembelajaran agar terasah. kepekaan. Shalat Tarawih bisa dijadikan ajang bersosial dan membangun kolektifitas, solidaritas, dan kepekaan social.

Kepekaan sosial dapat ditumbuhkan melalui tiga hal, yaitu motivasi, prinsip, dan nilai. Motivasi muncul karena adanya dorongan untuk mendapatkan pahala sekaligus karena adanya ekspektasi lain. Sedangkan secara prinsip, orang sekarang lebih sering mengidentifikasi orang yang diberi sedekah.

Ketika berhenti di lampu merah, kita sering melihat anak-anak kecil yang mengamen dan berlarian menghampiri, mengharap belas kasihan sambil menyanyikan sebuah lagu. Jika kita berprasangka posiitif, akan mudah bagi kita untuk memberi anak itu sejumlah uang. Tetapi kadang kita mengidentifikasi dan berprasangka negatif. ''Padahal memberikan sedekah dapat dengan ilmu atau mengajari mengaji, misalnya,'' tambahnya.

Dari pengamatan sosiolog UI ini, kepekaan sosial manusia mengalami degradasi makna karena orang sekarang bersikap semakin rasional. Ia mencontohkan dengan satu hal sederhana, yaitu sedekah. Baik di desa maupun di kota, terjadi degradasi makna bersedekah karena didesak oleh realitas hidup dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat.

Bersedekah lantas tidak diniatkan untuk mencari ridha Allah tetapi untuk kepentingan lain. Konsep sedekah terdegradasi karena hanya dimaknai sebatas memberikan uang sedekah. Padahal ada hal lain dibalik itu, yaitu membangun kepedulian.