Pengamat: Puasanya Politikus Hanya Menahan Lapar dan Haus

Red: Karta Raharja Ucu

Senin 23 Jul 2012 13:29 WIB

Puasa (ilustrasi) Puasa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Bulan suci Ramadhan 1433 Hijriyah menjadi momentum para elite politik Indonesia untuk melatih diri dan emosinya, sebagai bekal menentukan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Ramadhan disebut sebagai bulan strategis untuk melatih sikap dan perilaku.

Demikian yang disampaikan pengamat sosial Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Ansari Yamamah di Medan, Senin (23/7). "Keberadaan Ramadhan pada tahun 2012 ini sangat strategis karena kita akan menghadapi beberapa agenda penting," sebutnya.

Menurut Ansari, semua pihak akan mengakui jika umat Islam, terutama kalangan pejabat dan elit politiknya telah biasa dan terlatih menjalankan puasa Ramadhan. Sayangnya, ibadah puasa yang dijalankan tersebut dipisahkan dari nilai praktis duniawi, sehingga tidak memberikan pengaruh positif dalam sikap dan perilaku.

Pasalnya, puasa yang dijalani para politikus selama ini, hanya dianggap sebagai proses menahan lapar dan haus hingga tiba waktu berbuka puasa. Untuk itu, lanjut Ansari, agar memberikan perubahan bagi sikap dan perilaku, puasa harus dijadikan momentum latihan yang perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama bagi kalangan pejabat dan elit politik.

Imbauan tersebut lebih ditujukan untuk kalangan pejabat dan elit politik. Sebab, menjadi pihak yang menentukan berbagai kebijakan dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat. "Masyarakat biasa juga perlu diimbau, tetapi kalangan pejabat dan elit politik lebih perlu," katanya mengakhiri.

Terpopuler