REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan menjelaskan bulan Ramadhan memiliki keistimewaan, begitu pun di sisi Nabi Muhammad. Karena bulan yang istimewa, Nabi Muhammad menyiapkan diri dalam menyambut Ramadhan dengan sejumlah amalan ibadah, pertama, kesehatan fisik dan mental. Kedua, kekuatan iman dengan kesiapan spritual yang tanggung menjalankan ibadah puasa.
Rasulullah diriwayatkan kerap melakukan amalan ibadah sunnah yang bernilai kebajikan dalam menyambut Ramadhan. Tak lupa, beliau juga kerap memotivasi umat Islam di sekelilingnya menyambut Ramadhan dengan penuh suka cita dengan menjalani ibadah. Rasulullah diriwayatkan kerap melakukan amalan ibadah sunnah yang bernilai kebajikan dalam menyambut Ramadhan. Tak lupa, beliau juga kerap memotivasi umat Islam di sekelilingnya menyambut Ramadhan dengan sukacita dengan menjalani ibadah.
"Hal pertama yang dilakukan Rasulullah untuk menyambut datangnya bulan paling istimewa ini adalah dengan banyak berdoa. Kebiasaan tersebut kemudian dicontoh oleh para sahabat dan salafussalih. Bahkan, mereka berdoa jauh-jauh hari sebelum masuk Ramadhan,"ujar dia kepada Republika belum lama ini.
Salah satu doanya ialah:
Allâhumma barik lana fi ajaba wasya‘bana waballighna ramadlana
Artinya, Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan.”
Kedua, yang dilakukan Nabi ialah memperbanyak puasa. Dalam sejumlah riwayat dikisahkan bahwa memasuki Sya'ban, beliau paling banyak melakukan puasa selain di bulan Ramadhan.
“Aku (‘Aisyah) tidak pernah sama sekali melihat beliau (Nabi) memperbanyak puasa dalam satu bulan, kecuali pada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban. (Atau) beliau berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Sya’ban, kecuali sedikit (beberapa hari saja beliau tidak puasa)." (HR. Muslim)
Usamah bin Zaid ra pun pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu memperbanyak shiyam seperti puasamu pada bulan Sya’ban.”
Rasulullah lantas menjawab, “Ini adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia. Karena ia terletak antara Rajab dan Ramadhan. Ia (juga) merupakan bulan diangkatnya amalan kepada Allah Rabbul ‘Alamiin. Sedangkan aku senang amalanku diangkat dalam keadaan aku sedang puasa.” (HR An-Nasai dan berderajat hasan)
Soal silaturrahmi menjadi bagian penting sebelum umat Islam menjalankan ibadah puasa di awali silap saling memaafkan agar ibadah puasa yang kita lakukan mendapat Ridha dan ampunan Allah.
Allah SWT berfirman dalam An-Nisa ayat 1 yang artinya, Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim."
Kata silaturahmi bahkan sudah terdaftar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang bermakna tali persahabatan (persaudaraan). Untuk itu, orang Indonesia lebih disarankan menggunakan kata silaturahmi yang makna katanya sudah dikembalikan ke dalam bahasa Indonesia.
Silaturahmi dalam istilah syariat, berkunjung dan bertemu dengan orang lain, baik kerabat maupun bukan.
Namun, makna lebih tepatnya lagi adalah berbuat baik kepada kerabat dengan berbagai bentuk kebaikan dengan silaturahmi. Hal ini bukanlah perkara sepele. Sebab, silaturahmi adalah sebuah syariat yang agung dan mesti diperhatikan dan dijaga oleh setiap muslim maupun muslimah.
Sebaliknya memutuskan silaturahmi akan mendapatkan konsekuensi yang tidak ringan. Allah tidak mengampuni dosa hambaNya jika belum saling memaafkan diantara manusia. Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (Muttafaqun 'alaih, HR Bukhari dan Muslim).
Hadits ini merupakan ancaman bagi orang yang memutuskan silaturahmi (yaitu) bahwasanya dia tidak masuk surga. Oleh karena itu saling memaafkan merupakan momentum yang sangat baik di gunakan sebelum menjalankan ibadah puasa sehingga ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa diampuni Allah dosanya berdasarkan hadis Nabi. Rasulullah bersabda,
Barang siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (QS. Bukhari no. 2014).