Kamis 07 Apr 2022 18:21 WIB

Ramadhan, Melawan Banalitas Kekuasaan

Ramadhan saat interopeksi diri dari banalitas kekuasaan

Ramadhan
Foto: istimewa
Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Verdy Firmantoro, Kandidat Doktor FISIP Universitas Indonesia;Peneliti Indopol Survey dan Dosen FISIP UHAMKA

Pernyataan Presiden Jokowi yang melarang para menterinya bicara penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dalam sidang kabinet paripurna 6 April 2022 menjadi harapan untuk meredam kegaduhan publik. Sikap politik itu penting dideklarasikan demi memastikan ketaatan pada konstitusi dan keajegan dalam demokrasi.   

Di saat yang sama, datangnya bulan Ramadhan menjadi momentum mulai dari menahan diri sampai ikhtiar pemulihan ekonomi pasca pandemi. Ramadhan mengjarkan pesan ketaqwaan dan meneguhkan ketaatan pada aturan. Sebab bulan puasa bukan sekedar seremoni menahan lapar dan dahaga, melainkan perjuangan membendung hasrat kuasa yang berlebihan.  

Jika puasa dimaknai menahan diri, pun kuasa bukan untuk diri sendiri. Menahan diri untuk tetap patuh pada konstitusi, menahan diri untuk tidak korupsi, menahan diri untuk tidak mencipta oligarki. Begitulah upaya memahami Ramadhan secara hakiki dan memaknai kekuasaan secara filosofi. Segala praktik kekuasaan yang menciderai hajat publik merupakan bentuk banalitas. Banalitas kekuasaan menumbangkan esensi politik kemanusiaan.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement