REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para ahli fikih telah sepakat bahwa sholat di kapal, kereta api, dan sejenisnya adalah sah. Walaupun seseorang di dalamnya dapat keluar untuk menuju pantai atau tanah karena kapal atau kereta api sama hukumnya dengan tanah.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW ketika ditanya mengenai sholat di kapal, beliau menjawab, “Shalli qaa-iman illa an takhaafa al-gharaqa,”. Yang artinya, “Sholatlah dengan berdiri kecuali jika kamu takut tenggelam,”.
Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam kitab Panduan Sholat An-Nisaa terbitan Republika Penerbit menjelaskan, maksud dari hadis tersebut adalah jika seseorang takut tenggelam karena pusing yang dapat menyebabkan terjatuh ke laut jika berdiri. Dijelaskan bahwa dalam keadaan seperti ini diperbolehkan sholat fardhu dengan duduk karena darurat.
Orang yang shalat di atas kapal dan kendaraan lain, wajib menghadap kiblat jika memungkinkan. Ia tetap wajib menghadap kiblat ke manapun kapal itu mengarah. Namun demikian jika hal itu tidak mungkin dilakukan, boleh menghadap ke arah mana saja.
Abdullah bin Abi Atabah berkata, “Aku menemani Jabir bin Abdullah, Abu Said Al-Khudri, dan Abu Hurairah di kapal. Mereka shalat berjamaah dengan berdiri dan sebagaian dari mereka menjadi imam. Padahal, mereka sebenarnya mampu untuk bertepi ke pantai,”.
Hadis tersebut menunjukkan sahnya shalat mereka di atas kapal, walaupun kapal dalam keadaan guncang dan mereka dapat menuju ke pantai.